Sabtu, 26 Mei 2018

Haram Ber Isbal Bagi Lelaki

Segala puji bagi Allah, semoga shalawat dan salam selalu tercurah atas Rasulullah, keluarga, sahabatnya, dan orang-orang yang loyal kepadanya, amma ba'du.


Hari ini kaum muslimin diuji dengan para lelaki yang menjulurkan pakaian dan para wanita yang memendekkan pakaiannya, padahal hal itu menyelisihi fitrah dan merubah sunnah-sunnah Allah dalam ciptaan-Nya Subhanahu wa Ta'ala. Anda lihat para lelaki menjulurkan pakaiannya karena takut kakinya terlihat. Dia hanya memperlihatkan wajah dan tangannya saja. Di saat yang sama anda lihat para wanita memendekkan pakaiannya sampai pertengahan betis, jangan sampai bajunya menutupi kedua kakinya. Subhanallah!

Wahai saudaraku muslim, inilah sedikit tulisan yang kami hendak menjelaskan ketetapan syar'i mengenai hukum isbal (menjulurkan pakaian) bagi seorang muslim. Kita memohon kepada Allah agar risalah ini menjadi sebab hidayah bagi kaum muslimin yang masih menjulurkan pakaiannya.

DEFINISI ISBAL

Isbal secara bahasa ialah menjulurkan sesuatu dari atas sampai ke bawah. Isbal izarah (ia menjulurkan pakaiannya) yaitu memanjangkan dan melorotkannya. Musbil yaitu orang yang memanjangkan dan menjulurkan pakaiannya sampai ke tanah. (Mu'jam Maqayis al-Lughah, dan an-Nihayah fi Gharibil Hadits).

Adapun definisi isbal secara istilah tidak keluar dari etimologinya, yaitu lelaki yang melorotkan dan memanjangkan pakaiannya, baik sarung, mantel, jubah, maupun celana, melampaui kadar yang telah ditetapkan syariat.

Al-Izar (baju) secara bahasa ialah segala sesuatu yang menutupi badan. Bentuk jamaknya adalah Al-Uzur (Lisanul Arab dan Mukhtar ash-Shihah).

Sedangkan secara istilah dan kebiasaan ialah semua pakaian yang menutupi pertengahan badan ke bawah.

BATASAN SYAR’I PAKAIAN LELAKI

Dari Anas radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Baju bawahan itu sampai pertengahan betis.” Namun ketika beliau melihat kaum muslimin kesulitan mengenai hal itu maka beliau bersabda, “Sampai mata kaki, tidak ada kebaikan jika melebihinya.” Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Baju bawahan seorang mukmin itu panjangnya sampai otot betisnya, kemudian sampai pertengahan betis, kemudian sampai mata kakinya.” (Kedua hadits itu shahih dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad).

Adapun mata kaki ialah dua tulang menonjol yang terletak di kedua sisi kaki di atas persendian betis dan kaki (asy-Syaukani, Nailul Authar). Bukan sebagaimana sangkaan orang bahwa mata kaki itu adalah pangkal kaki yang menonjol yang terletak di bawah urat tumit (urat tebal yang kencang), padahal sebenarnya itu adalah tumit.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam terus mengajarkan para sahabatnya radhiyallahu anhum tentang sifat pakaian syar'i, termasuk batas baju bawahan. Dari Ibnu Umar Radhiallahu 'anhuma, berkata, “Aku berjalan melewati Rasulullah sedang sarungku terjulur, maka beliau bersabda, 'Wahai hamba Allah, angkatlah sarungmu.' Aku pun mengangkat sarungku. Beliau bersabda lagi, 'Angkat lagi,' maka akupun mengangkatnya lagi, dan masih terus mengangkatnya. Orang-orang bertanya, 'Sampai mana?’ Ibnu Umar menjawab, “Sampai pertengahan betis.” (HR. Muslim).

Dari Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu anhu, berkata, “Rasulullah menyentuh otot betisku dan bersabda, 'Ini adalah batasan bajumu. Jika engkau enggan silahkan panjangkan sedikit. Namun jika engkau enggan juga, tidak boleh memanjangkan melebihi mata kaki.” (Shahih, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan selainnya).

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Kesimpulannya, seorang lelaki boleh memilih dua opsi. Pertama; yang dianjurkan, yaitu batas baju bawahannya sampai di pertengahan betis. Kedua; yang boleh, yaitu sampai mata kaki (Fathul Bari).

An-Nawawi rahimahullah berkata, “Yang dianjurkan adalah sampai pertengahan betis, dan yang boleh dan tidak makruh adalah sampai mata kaki.” (Syarh Muslim).

Maka batas syar'i pakaian yang tidak boleh dilampaui oleh seorang muslim adalah mata kaki. Semua baju yang panjangnya sampai di atas mata kaki tidak dikategorikan isbal, sedangkan yang panjangnya sampai di bawah mata kaki maka dikategorikan isbal. Kesimpulan ini diambil dari salah satu nash hadits yang berbunyi, “dibawah mata kaki.”

HUKUM ISBAL

Pertama : 
Memanjangkan pakaian sampai di bawah mata kaki bagi lelaki hukumnya haram. Seseorang yang isbal berarti telah bermaksiat kepada Allah Ta'ala. Ini jika ia tidak bermaksud khuyala (sombong, besar kepala, berlagak, pongah). Adapun jika ia hendak berlagak maka berarti telah melakukan dosa besar. Di akhirat Allah tidak akan mengajaknya berbicara, tidak akan melihatnya, tidak mensucikannya, dan baginya azab yang pedih. Kita berlindung kepada Allah. Dalil mengenai hal itu cukup banyak dan saling menguatkan satu sama lain. Berikut diantaranya.

1. Dari Abu Dzar radhiyallahu anhu dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda, “Tiga golongan yang pada hari kiamat Allah tidak akan mengajaknya berbicara, tidak akan memandangnya, tidak akan mensucikannya, dan baginya azab yang pedih.” Rasulullah mengulanginya tiga kali. Abu Dzar berkata, “Celaka dan merugilah mereka. Siapa mereka wahai Rasulullah? Beliau bersabda, “Orang yang isbal, orang yang suka mengungkit-ngungkit pemberiannya, dan orang menjual dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim).

2. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda, “Semua pakaian yang panjangnya melebihi mata kaki maka di neraka.” (HR. Bukhari).

3. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhu berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Barang siapa yang menjulurkan pakaiannya karena sombong maka pada hari kiamat Allah tidak akan melihatnya.' (Mutiafaqun 'alaihi).

4. Dari Mughirah bin Syu'bah radhiyallahu anhu berkata, “Aku melihat Rasulullah memegang tempat ikat pinggang Sufyan bin Sahl ats-Tsaqafiy, sabdanya, 'Wahai Sufyan, janganlah engkau menjulurkan pakaianmu, sesungguhnya Allah tidaklah mencintai orang-orang yang isbal.” (Hasan, riwayat Ibn Majah dan selainnya)

5. Dari Hubaib bin Mughfil radhiyallahu anhu, bahwasanya dia melihat Muhammad bin Ulbah al-Qurasyi radhiyallahu anhu menjulurkan sarungnya. Hubaib memandangnya dan berkata, “Aku mendengar shallallahu alaihi wasallam bersabda, 'Barang siapa yang berjalan karena sombong, maka dia akan berjalan di neraka.' (Shahih, riwayat Ahmad dan selainnya).

Nash-nash tersebut di atas mencapai derajat mutawatir maknawi karena diriwayatkan sejumlah sahabat. Semuanya menyebutkan larangan tegas isbal yang mencapai derajat haram karena mendapat ancaman keras. Sebagaimana diketahui bahwa segala sesuatu yang diancam dengan neraka maka berarti perkara haram lagi dosa besar. Wajib seorang muslim menjauhinya. Karena itulah Imam adz-Dzahabi menyebutkan dalam al-Kabair dan Ibnu Hajar al-Haitami dalam az-Zawajir 'an Iqtirafi al-Kabair bahwa isbal itu adalah dosa besar.

Kedua :
Lelaki yang musbil berarti sama saja bertasyabbuh dengan wanita, karena memanjangkan baju sampai menutupi seluruh bagian kaki itu adalah sifat pakaian wanita. Ketika mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa yang menjulurkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan memandangnya pada hari kiamat,” Ummu Salamah heran dan bertanya kepada Rasulullah, “Lalu apa yang diperbuat oleh wanita dengan ujung bajunya? Beliau bersabda, “Mereka boleh memanjangkannya sejengkal.” Ummu Salamah berkata, “Kalau begitu kaki mereka akan tersingkap.” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab, “Mereka boleh memanjangkannya sedepa, tidak boleh lebih dari itu.” (Shahih, HR. at-Tirmidzi dan lainnya).

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Ummu Salamah bertanya demikian karena wanita harus memanjangkan bajunya untuk menutupi auratnya, karena seluruh kakinya adalah aurat. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lalu menjelaskan bahwasanya isbal dilarang bagi para lelaki saja.
Al-Qadhi Iyadh rahimahullah telah menukil ijma' bahwa yang dilarang adalah para lelaki bukan wanita, maksudnya adalah larangan isbal.” (Fathul Bari).

Kharsyah bin al-Hurr berkata, “Aku mendapati suatu ketika ada pemuda isbal yang berjalan melewati Umar bin Khaththab menyeret bajunya. Umar memanggilnya dan bertanya, 'Apakah engkau sedang haidh? Si pemuda berkata, 'Wahai Amirul Mu'minin, apa mungkin seorang lelaki itu haidh? Umar menjawab, 'Lalu kenapa engkau menyeret-nyeret bajumu? Umar lalu meminta diambilkan gunting dan dipotongnya ujung baju pemuda itu yang melebihi mata kaki.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih).

Bahkan orang-orang Arab jahiliyyah pun menganggap bahwa menyingsingkan dan menaikkan kain di atas mata kaki adalah ciri lelaki. Sebagaimana mereka menganggap bahwasanya isbal itu adalah ciri wanita.

Seorang penyair berkata,
Kita kaum lelaki ditakdirkan berperang dan membunuh.
Sedangkan kaum wanita memanjangkan ujung kainnya.

Ketiga :
Isbal berarti berlebih-lebihan dalam berpakaian karena melebihi dari kadar yang telah ditetapkan secara syar'i, berlebih-lebihan itu haram dan Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. Allah azza wa jalla berfirman, “Janganlah kalian berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. al-A'raf: 31).

Imam Bukhari rahimahullah berkata dalam Shahihnya pada Kitab al-Libas, “Bab firman Allah Ta'ala, '(Katakanlah, siapakah yang telah mengharamkan perhiasan Allah yang Allah peruntukkan bagi hamba-hamba-Nya).' Rasul bersabda, 'Makan, minum, berpakaian, dan bersedakahlah dengan tanpa melampaui batas serta sombong.'

Ibnu Abbas berkata, 'Makanlah apa yang engkau inginkan, berpakaianlah semaumu, selama tidak melampaui batas dan sombong'.”

Imam ash-Shan'ani rahimahullah berkata, “Jika pakaian itu melebihi kadarnya secara syar'i maka itu terlarang karena berlebih-lebihan. Diharamkan dari sisi itu, juga dari sisi karena menyerupai wanita, juga karena kemungkinan besar akan mudah terkena najis.” (Subulus Salam).

Keempat :
Pernyataan Imam as-Shana'ni ini adalah salah satu hikmah diharamkannya isbal atas para lelaki. Seseorang musbil yang “menyapu” tanah dengan bajunya itu akan lebih gampang terkena najis dan bajunya lebih cepat sobek. Rasulullah mengisyaratkan alasan ini ketika bersabda kepada Khalid bin
Ubaid, “Angkat bajumu, sesungguhnya itu lebih awet dan bersih.” (Shahih, HR. Ahmad dan lainnya).

Diriwayatkan juga bahwa Umar melihat seorang pemuda yang kainnya menyentuh tanah, maka Umar berkata, “Wahai putra saudaraku, angkatlah kainmu karena itu lebih awet untuk pakaianmu dan lebih bertakwa kepada Rabbmu.” (Diriwayatkan oleh Bukhari).

APAKAH ISBAL MENCAKUP SELAIN SARUNG?

Haramnya berpakaian isbal itu mencakup seluruh macam pakaian. Alasan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyebutkan sarung dalam hadits-hadits tersebut karena mayoritas orang pada zamannya mengenakan sarung. Ketika manusia mengenakan berbagai macam pakaian selain sarung maka hukumnya sama dengan sarung. (Ibnu Hajar, Fathul Bari).

Hukum tersebut dikuatkan dengan pernyataan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam secara jelas dalam sabdanya, “Isbal itu mencakup sarung, gamis, dan sorban.” (Shahih, riwayat Abu Dawud dan lainnya).
Dikuatkan pula dengan keumuman lafazh dalam sabda beliau, “Barang siapa yang menyeret-nyeret pakaiannya....” Tentu saja pakaian itu mencakup sarung dan selain sarung, seperti disydasyah (jubah),
jalabiyyah (varian jubah), pantalon (celana panjang), piyama, celana, abaya, mantel, dan lain-lain.

ISBAL TIDAK TERKAIT DENGAN SOMBONG

Abdullah bin Umar radhiyallahu anhu berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, 'Barang siapa yang menyeret-nyeret pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.'

Abu Bakar radhiyallahu anhu berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya salah satu sisi pakaianku terus melorot kecuali jika aku menjaganya.' Maka Rasulullah bersabda, 'Engkau berbuat demikian itu bukan karena sombong.” (Muttafaqun 'alaihi).

Sebagian orang mengambil kesimpulan dari hadits ini bahwa barang siapa yang isbal tanpa sombong maka tidak terkena ancaman dalam hadits. Dengan demikian, mereka membagi isbal menjadi dua, haram jika ada kesombongan, dan makruh jika murni isbal tanpa ada kesombongan. Bantahannya ditinjau dari beberapa sisi.

1. Sesungguhnya Abu Bakar radhiyallahu anhu tidak bermaksud isbal dan pakaiannya pun tidak isbal. Akan tetapi terkadang pakaian yang dikenakannya itu melorot tanpa disengaja. Sekalipun demikian, beliau selalu berusaha mengangkatnya lagi. Adapun orang-orang yang isbal hari ini itu sengaja dan terus menerus ber-isbal.

2. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersaksi bahwa Abu Bakar berbuat demikian itu bukanlah karena sombong. Adakah yang berani mengklaim bahwa dirinya berhak mendapatkan persaksian Rasul itu?

3. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang sahabatnya ber-isbal dan menjelaskan bahwasanya isbal itu adalah ciri kesombongan. Adakah yang berani sesumbar bahwa para sahabat itu berlagak dengan menyeret-nyeret pakaiannya?

4. Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, “Baju yang panjangnya melebihi mata kaki maka di neraka.” Ini satu poin. Beliau bersabda lagi, “Barang siapa yang menjulurkan pakaiannya karena sombong maka Allah tidak akan memandangnya pada hari kiamat.” Ini poin yang lain. Dua poin yang berbeda, dengan dua hukuman yang berbeda pula. Pada dua poin itu hukum dan sebabnya sama, maka dengan demikian yang mutlak tak bisa di-khusus-kan, sebagaimana ditetapkan oleh para ulama ushul.

5. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjelaskan bahwasanya isbal adalah ciri kesombongan meskipun tidak bermaksud sombong, sebagaimana sabda Rasulullah kepada Jabir bin Sulaim, “Janganlah kalian ber-isbal karena sesungguhnya itu merupakan ciri kesombongan.” (Riwayat Abu Dawud dan lainnya).

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Ibnul Arabi berkata, 'Laki-laki itu tak boleh memanjangkan pakaiannya melebihi mata kaki dengan alasan bahwa dirinya tidak menjulurkannya karena sombong. Larangan ini telah menyebutkannya secara eksplisit. Seseorang yang telah terkena hukum secara eksplisit itu tak boleh menolaknya dengan alasan bahwa sebab hukum itu tak ada pada dirinya. Kilah yang demikian itu tak bisa diterima. Tindakannya memanjangkan ujung bajunya itu (melebihi batas syar'i) itu sejatinya menunjukkan pada kesombongannya.' (Dikutip secara ringkas).

Kesimpulannya, isbal berarti memanjangkan pakaian, dan memanjangkan pakaian berarti kesombongan sekalipun pelakunya tak bermaksud sombong.” (Fathul Bari).

PENGUASA MUSLIM WAJIB MELARANG ISBAL

Dari Syarid bin Suwaid, berkata, “Rasulullah melihat seorang laki-laki menyeret-nyeret sarungnya, maka beliau bergegas mendatanginya dan bersabda, 'Angkat sarungmu dan bertakwalah kepada Allah.' Laki-laki itu berkata, 'Sesunggunya kakiku pengkor dan lututku selalu gemetar.' Rasul menjawab, “Angkat sarungmu karena segala ciptaan Allah itu adalah baik.' Setelah peristiwa tersebut lelaki itu selalu terlihat mengenakan sarungnya sampai pertengahan betisnya.” (Shahih, riwayat Ahmad dan lainnya).
Qadhi Iyadh berkata, “Sabdanya, 'Angkatlah sarungmu,' menunjukkan bahwa beliau tidak tidak menyetujuinya bahkan mengingkarinya (isbal), meskipun pelakunya keliru atau lupa.” (Ikmalul Mu'allim).

Tindakan Rasulullah kepada lelaki musbil ini; bersegera menghampirinya, mengingatkannya untuk bertakwa kepada Allah, tidak menerima udzurnya jika kakinya pengkor, dan tidak menggugurkan kewajiban memendekkan pakaian darinya, jelas menunjukkan bahwa isbal adalah perkara teramat penting. Beliau juga hendak menunjukkan kepada umatnya bahwa tidak boleh meremehkan perkara isbal ini.

Demikian jugalah yang dipahami oleh para sahabat radhiyallahu anhum dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Inilah al-Faruq Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu, apa yang diperbuatnya ketika melihat seorang pemuda yang menjulurkan pakaiannya? Ia mencelanya dengan keras dan memarahi si pemuda. Tidak cukup dengan itu, bahkan ia memotong kain si pemuda yang melebihi mata kaki.

Dari sinilah para anggota hisbah Daulah Islamiyyah–semoga Allah memberkahi kesungguhan mereka–berperan aktif menasihati kaum muslimin dan mencegah fenomena maksiat ini.

Kita memohon kepada Allah Ta'ala agar memberi taufiq kepada mereka dalam upayanya itu. Kita juga memohon kepada Allah agar memberi hidayah kepada orang-orang yang masih isbal agar bertaubat dan mentaati perintah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wasallam beserta para keluarga dan sahabatnya.

Maktabah Al-Himmah

#cp

Posting Unggulan

Mengenali Tauhid

Bismillaahi rahmaani rahiim... Tauhid adalah dasar Islam, pondasi agama yang paling agung yang harus diketahui oleh setiap orang yang me...