Segala pujian hanya untuk Allah Rabb semesta alam, tiada permusuhan kecuali kepada orang zhalim dan akibat baik adalah bagi orang yang bertakwa.
Waba'du
Sesungguhnya ibadah jihad merupakan ibadah yang paling agung yang diperintahkan oleh syari’at, selain juga dianjurkan, dijelaskan, dirinci bagama pahala bagi pelakunya. Dengan sebaik-baik penjelasan dan juga dengan sebaik-baik uraian.
Dalam sebuah atsar disebutkan, “Allah Ta’ala telah mewajibkan jihad atas orang-orang beriman, maka hati mereka menjadi benci dan merasa berat atasnya. Kemudian Allah Ta’ala menjelaskan betapa besar pahala bagi siapa saja yang melakukannya dan apa saja yang Allah Ta’ala sediakan untuknya dari berbagai kemuliaan-kemuliaan. Sehingga, hati mereka menjadi bergejolak kepadanya dan lebih mengutamakan ibadah ini—untuk mengejar pahalanya—ketimbang ibadah-ibadah yang lainnya.”
Berangkat dari hal tersebut, kami akan fokus untuk membahas beberapa syubhat orang-orang munafik yang membelokkan kerangka jihad dari makna yang diingink oleh Allah Ta’ala. Yaitu dari tujuan berperang untuk meninggikan Kalimat Allah Ta’ala kepada istilah-istilah “jihad” yang mereka datangkan dari sisi mereka sendiri yang mana Allah Ta’ala tidak menurunkan padanya sulthan.
Seperti “jihad” pengembangan, “jihad” demokrasi, membela tanah air (nasionalisme) dan yang lainnya. Dimana hal itu adalah istilah-istilah dan kosa kata asing dari syari’at Allah Ta’ala, yang tidak menyinari penganutnya dengan cahaya dari Allah Ta’ala.
Adapun orang yang memperhatikan syubhat-syubhat orang yang duduk ini akan mengetahui, bahwasanya syubhat itu tidak keluar dari dua jenis.
PERTAMA:
Syubhat Qadihat dalam pensyari’atan jihad.
Syubhat Qadihat dalam pensyari’atan jihad.
KEDUA:
Pendapat-pendapat dan alasan-alasan yang menjadi pembenaran bagi orang-orang yang duduk dari jihad.
Pendapat-pendapat dan alasan-alasan yang menjadi pembenaran bagi orang-orang yang duduk dari jihad.
Jenis yang pertama, banyak dianut oleh orang-orang yang munafik secara manhaj dan keyakinan, yang tidak memiliki tujuan utama untuk menegakkan syari’at Allah Ta’ala dan tidak untuk menyelamatkan urusan-urusannya. Seperti orang-orang sekuler, ikhwanul murtaddin (parti berbaju “Islam” di Mesir dan Turki), orang-orang liberal dan yang sejenisnya.
Sedangkan jenis yang kedua, berbagai syubhatnya banyak dianut oleh orang yang munafik secara tabiat. Seperti pengecut dan kikir (kedua hal itu adalah tabiat yang sangat dibenci oleh syari’at dan harus diobati, red).
BANTAHAN SYUBHAT UNTUK GOLONGAN YANG PERTAMA
● Syubhat pertama
Mereka mengatakan, “Bahwasanya jihad dalam makna perang telah usai pada hari ini. Dan sekarang kita pada masa dimana perintah jihad (dalam arti perang) masih diperselisihkan. Oleh karena itu, kami fokus kepada “jihad” pengembangan, ilmu pengetahuan dan tidak ada hujjah bagi kami untuk melakukan peperangan.”
Dan masih banyak lagi perkataan mereka yang serupa dengan hal ini yang berada diatas pendapat yang lemah. Bahkan secara jelas sangat bertentangan dengan hukum syar’i, akal dan fithrah.
Pertentangan terhadap hukum syar’i.
Adapun pertentangan syubhat mereka terhadap hukum syar’i, bahwa kita sudah mengetahui Allah Ta’ala telah menakdirkan masa-masa dimana jihad itu tidak lagi diperselisihkan. Yaitu era perseteruan antara haq dan bathil, dan bahwasanya dunia itu tidak akan menjadi baik kecuali dengan adanya perseteruan kedua hal ini dan adanya konflik diantara keduanya.
Allah Ta’ala berfirman, “Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-biara nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang yahudi dan Masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah… [Al-Hajj: 40]
Dan firman Allah Ta’ala, “Dan kalau Allah tidak melindungi sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya rusaklah bumi ini…” [Al-Baqarah: 251]
Dan Allah Ta’ala telah menjelaskan bahwasanya keganasan orang kafir terhadap Dien Islam itu tidak dapat dicegah kecuali dengan peperangan walaupun hanya dengan seorang diri.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Maka berperanglah engkau (Muhammad) di jalan Allah, engkau tidaklah dibebani melainkan atas dirimu sendiri. Kobarkanlah (semangat) orang-orang beriman (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah sangat besar kekuatan-Nya dan sangat keras siksaan-Nya. [An-Nisaa’: 84]
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahulloh berbicara tentang tafsir ayat ini, bahwa “Allah Ta’ala telah memerintahkan kepada Nabi ﷺ untuk terjun dalam peperangan meskipun hanya dengan seorang diri, barangsiapa yang menolak bukan tanggungan beliau (dosanya)...” selesai.
Dan Allah Ta’ala telah menjelaskan bahwasanya keganasan orang-orang kafir itu tidak akan lenyap kecuali dengan peperangan, oleh karena itu pada kata! “Mudah-mudahan” dalam ayat tadi bermakna penegasan (bahwa peperangan untuk menolak kerusakan orang kafir, red).
Apakah engkau lebih mengetahui ciptaan Allah Ta’ala daripada Allah sebagai Rabb yang menciptakan mereka, wahai para da’i aksi damai?
Kami berlindung kepada Allah Ta’ala dari kesesatan dan kebodohan.
Pertentangan terhadap akal
Adapun pertentangan syubhat tadi terhadap akal adalah, bahwa telah sepakat bagi setiap orang yang waras yaitu sesungguhnya hak-hak yang dirampas itu tidak dapat diraih kembali melainkan dengan kekuatan. Apakah kita akan mengatakan kepada orang yang rumahnya dimasuki oleh orang bejat yang hartanya dirampas dan kehormatannya dirobek dengan kata-kata, “lawanlah dengan jihad pengembangan”.
Apakah ini yang akan dikatakan oleh orang yang memiliki akal?
Pertentangan terhadap fithrah
Adapun pertentangan syubhat tadi terhadap fithrah, bahwasanya engkau akan mendapati setiap makhluk yang diperlakulan secara kejam niscaya akan melakukan perlawanan dan pembelaan bagi dirinya, meskipun itu terhadap seekor hewan.
Maka lihatlah, bagaimana rusaknya fithrah dan akal yang dimiliki oleh orang-orang yang menamai dirinya sebagai da’i-da’i moderat itu.
● Syubhat kedua
Mereka berkata, “Sesungguhnya kita pada hari ini berada pada fase Mekah, dimana wajib bagi kita untuk tidak mengadakan peperangan. Akan tetapi, cukup dengan menahan diri, memberi maaf dan berlapang dada.
Adapun untuk menjawab syubhat ini kami katakan.
Pertama, Sesungguhnya Dien Islam ini telah lengkap dan telah Allah Ta’ala sempurnakan dengan nikmat yang sempurna, sebagaimana firman-Nya, “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian Dien kalian, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagi kalian, dan telah Aku ridhai Islam sebagai Dien kalian…” [Al-Maidah: 3]
Setiap ayat yang berbicara tentang pemaafan dan berlapang dada terhadap keganasan orang-orang kafir telah di mansukh dengan ayat-ayat perang dan pengintaian terhadap orang-orang kafir. Sebagaimana firman-Nya, “Apabila telah habis bulan-bulan haram, maka perangilah orang-orang musyrik di mana saja kamu temui, tangkaplah dan kepunglah mereka, dan awasilah di tempat pengintaian…” [At-Taubah: 5]
Adapun ayat-ayat perintah berperang itu diturunkan pada masa-masa akhir kenabian Muhammad ﷺ . Oleh karena itu, bagi siapa saja yang hanya mengambil sebagian hukum dari Dien ini, seraya meninggalkan hukum yang lainnya, maka keadaan mereka itu sebagaimana orang-orang yahudi yang mana Allah Ta’ala berfirman tentangnya, “Apakah kalian beriman dengan sebagian ini dari Kitab (Taurat) dan kufur kepada sebagain yang lainnya?” [Al-Baqarah: 85]
Kedua, komitmen pada syubhat tadi memiliki konsekuensi bathil seperti status haramnya khamr dan riba. Karena, hukum tentang hal ini tidaklah turun kecuali setelah Nabi ﷺ di Madinah.
Ketiga, komitmen pada syubhat tadi artinya sama saja dengan memberikan jalan yang lapang bagi orang-orang kafir untuk menjajah kaum muslimin, merampas dan melanggar kehormatan mereka.
Keempat, sesungguhnya Shahabat telah ijma’ bahwasanya meninggalkan ibadah jihad itu termasuk diantara bentuk meninggalkan syari’at Islam. Pada suatu hari (tatkala hendak memerangi orang-orang yang murtad karena enggan membayar zakat, red) Shahabat yang mulia, Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya wahyu telah terputus dan telah sempurna Dien Islam ini, apakah ia akan ditinggalkan sedangkan aku masih hidup?”
● Syubhat ketiga
Mereka berkata, “Sesungguhnya kami mengetahui wajibnya jihad, akan tetapi kami sekarang sedang mempersiapkan generasi dan membina mereka diatas jihad hingga mereka siap untuk berjihad”.
Maka kami katakan bahwa ucapan ini tertolak.
Pertama, sesungguhnya sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi ﷺ . Seandainya apa yang kalian katakan itu benar, maka seutama-utama tuntunan adalah perbuatan Nabi ﷺ yang mana beliau sendiri berjihad di jalan Allah sebanyak 29 kali dan itu beliau terjun langsung di medan pertempuran. Belum lagi berapa berapa banyak utusan dan sariyah (pasukan) yang beliau ﷺ utus untuk berperang.
Sampai disini, telah tertolak semua syubhat orang-orang munafik itu bagi siapa saja yang memiliki akal sehat.
Kedua, bagaimana kalian akan membina generasi muda diatas jihad sedangkan kalian duduk dari jihad. Apakah kalian hendak menyeru mereka dengan lisan-lisan kalian, dan pada saat yang sama kalian melarang mereka dengan perbuatan kalian?
Ketiga, berbaurnya orang-orang yang duduk dari jihad bersama para pembesar-pembesar thaghut merupakan fitnah yang paling besar. Bagaimana mungkin kalian akan bergerak sedangkan mereka mengawasi gerak-gerik kelompok kalian dan mengetahui detail urusan-urusan kalian. Mereka juga tidak akan membiarkan kelompok kalian untuk bangkit sebagaimana kalian ketahui bahwa mereka memiliki otoritas, wewenang dan intel. Pada saat yang sama kalian juga tidak mungkin tidak memotivasi orang-orang untuk berjihad.
Oleh karena itu, keadaannya hanya salah satu dari dua hal berikut:
- kalian berbasa basi dan diam, maka bagaimana caranya kalian akan membina generasi untuk berjihad dalam keadaan seperti itu?
- kalian akan berbicara, memotivasi orang-orang dan lantang untuk mengatakan Al-Haq, maka akhir kalian adalah penjara dan sel-sel bawah tanah.
- kalian berbasa basi dan diam, maka bagaimana caranya kalian akan membina generasi untuk berjihad dalam keadaan seperti itu?
- kalian akan berbicara, memotivasi orang-orang dan lantang untuk mengatakan Al-Haq, maka akhir kalian adalah penjara dan sel-sel bawah tanah.
● Syubhat keempat
Mereka berkata, “Tidak ada dakwah kepada jihad dan tidak ada dakwah untuk menyelisihi thagut. Kami hanya mendakwahkan manusia untuk beramal shaleh sampai Allah Ta’ala yang memutuskan perkaranya.”
Jawaban atas syubhat ini :
Pertama, sesungguhnya pengurangan ini termasuk menyelisihi manhaj para Nabi-nabi yang jelas dan tegas. Mereka para Nabi itu semuanya menyelisihi para thagut dan itu merupakan inti dakwah mereka, yaitu kufur kepada thagut.
Sebagaimana firman-Nya, “Dan orang-orang kafir berkata kepada rasul-rasul mereka, “Kami pasti akan mengusir kamu dari negeri kami atau kamu benar-benar kembali kepada agama kami…” [Ibrahim: 13]
Dan firman Allah Ta’ala, ”Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir memikirkan makar terhadapmu (Muhammad) untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu…” [Al-Anfal: 30]
Kedua, sesungguhnya musuh-musuh Allah Ta’ala dari kalangan yahudi, nashrani, murtaddin dan rafidhah beserta bala tentara mereka telah leluasa untuk menjajah negeri-negeri kaum Muslimin. Lalu, apakah kita akan merespon keganasan mereka dan kebiadaban mereka dengan cara berlapang dada dan menyeru manusia untuk beramal sholeh?
Bagaimana kalian menyeru kepada amal sholeh sedangkan manusia telah digiring kepada kekafiran secara terang-terangan!?
Ketiga, sesungguhnya seagung-agung amal sholeh adalah Tauhid. Sedangkan tegaknya Tauhid itu baru tercapai dengan menghilangkan segala bentuk kesyirikan dan kekufuran. Yang mana melalui kesyirikan (parlemen) itu para penganut demokrasi berhukum, serta mengklaim secara keji dan dusta bahwa demokrasi yang mereka gembar-gemborkan itu sesuai dengan ajaran Islam.
Jika demikian, dakwah amal sholeh yang seperti apa yang kalian bicarakan wahai para da’i yang hina?
Keempat, barangsiapa yang mengatakan bahwa thagut akan membiarkan kita jika kita membiarkan mereka. Jika demikian halnya, dia itu tidak lain sedang barada di dalam lumpur khayalan. Dan dia juga telah menyelisihi petunjuk Nabi ﷺ , mengingkari hadits-hadits shahih atau meninggalkannya.
Firman Allah Ta’ala, “Tidak henti-hentinya (orang-orang kafir) memerangi kaliam sampai kalian murtad dari Dien kalian jika mereka sanggup…” [Al-Baqarah: 218]
Oleh karena itu, tujuan utama orang-orang kafir itu adalah untuk mengeluarkan dan melarang kita dari Dien kita, jika mereka sanggup.
Kalaulah mereka tidak sanggup, maka tidak apa-apa mereka membiarkan sebagian simbol-simbol Dien Islam ini selama tidak mengancam pemerintahan thagut mereka dan tidak mengancam hukum-hukum mereka dengan tetap menekan sebagian syari’at Islam yang masih tersisa. Mereka mengikis sisa-sisa dari Dien ini sedikit demi sedikit.
Pelan tapi pasti, sampai-sampai tidak tersisa lagi dari Dien ini kecuali hanya sejarahnya saja, dan tidak tersisa dari Islam ini kecuali hanya tinggal namanya saja.
Bersambung…
diterjemahkan, 21 Shafar 1440 H / 30 oktober 2018
#cp@habibislamovic@majalah_annaba' edisi 153
Tidak ada komentar:
Posting Komentar