"KITAB AL-BARZANJI" - KARYA SYAIKH JA'FAR IBNU HASAN
Sebuah kitab yang menggambarkan Cinta dan berisi Kisah Maulid/Kelahiran Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, karya Syekh Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad al-Barzanji seorang sufi dan mufti di kalangan syafi’iyyah asal Madinah (1690 - 1763 M).
Sebutan Albarzanji sebagai nama marga bagi penulisnya, jauh lebih terkenal dibandingkan dengan nama kitab itu sendiri yaitu "‘Iqdul Jawahir."
‘Iqdul Jawahir merupakan biografi Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam yang ditulis menurut gaya puitika Arab.
Kitab ini selalu dibaca oleh umat Islam Nusantara, khususnya ketika dibarengkan dengan Peringatan Maulid Nabi dari perkotaan hingga pelosok desa.
Lantas Siapa Al Barzanji itu, Mengapa dia harus menulis Kitab ‘Iqdul Jawahir?. Bagaimana sejarah dan hubungannya dengan MAULID NABI Shollallohu ‘Alaihi Wasallam ?.
Al-Barzanji sebenarnya bukanlah nama kitab atau buku, tetapi nama penulisnya yaitu Syekh Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad al-Barzanji.
Seorang sufi dan mufti di kalangan syafi’iyyah asal Madinah.
Sebutan Albarzanji sebagai nama marga bagi penulisnya, jauh lebih terkenal dibandingkan dengan nama kitab itu sendiri yaitu ‘Iqdul Jawahir.
Bahkan di wilayah Nusantara ini, jika sengaja disebutkan nama kitab Iqdul Jawahir banyak orang yang tidak faham, jauh lebih mafhum jika disebutkan Al-barzanji.
Kata ‘Iqdul Jawahir secara letterlux berarti untaian permata._
Sesuai dengan namanya, kitab ini merepresentasikan Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam sebagai uswatun hasanah.
Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam bagi dunia seperti untaian mutiara keindahannya menyilaukan dunia.
Oleh karena itu, penulisan kisahnyapun dengan kata-kata yang indah pula agar sesuai dengan kisahnya. Sosok yang indah, akhlaq yang indah harus ditulis dengan sastra yang indah. Itulah makna untaian mutiara Iqdul Jawahir.
Sesuai dengan namanya, kitab ini merepresentasikan Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam sebagai uswatun hasanah.
Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam bagi dunia seperti untaian mutiara keindahannya menyilaukan dunia.
Oleh karena itu, penulisan kisahnyapun dengan kata-kata yang indah pula agar sesuai dengan kisahnya. Sosok yang indah, akhlaq yang indah harus ditulis dengan sastra yang indah. Itulah makna untaian mutiara Iqdul Jawahir.
Karya ini terbagi dua: Natsar (prosa) dan Nadzom (puisi).
Bagian Natsar terdiri atas 19 sub bagian yang di dalamnya juga memuat 355 syair. Seluruhnya menuturkan riwayat Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, mulai dari saat-saat menjelang Beliau dilahirkan hingga masa tatkala dilantik menjadi Nabi.
Sementara, bagian Nadzom terdiri atas 16 sub bagian yang memuat 205 untaian syair.
Sebagaimana
karakter syair Arab, _‘Iqdul Jawahir banyak menggunakan berbagai kata
yang diambil dari fenomena alam jagad raya seperti matahari, bulan,
purnama, cahaya, satwa, batu, dan lain-lain._
Kata-kata itu diolah sedemikian rupa, bahkan disenyawakan dengan shalawat dan doa, sehingga melahirkan sejumlah besar metafor yang gemilang.
Silsilah Sang Nabi Muhammad sendiri, misalnya, dilukiskan sebagai “Untaian Mutiara”.
Kata-kata itu diolah sedemikian rupa, bahkan disenyawakan dengan shalawat dan doa, sehingga melahirkan sejumlah besar metafor yang gemilang.
Silsilah Sang Nabi Muhammad sendiri, misalnya, dilukiskan sebagai “Untaian Mutiara”.
Keunggulan ‘Iqdul Jawahir sebagai karya sastra terbukti dengan mendunianya karya ini di pelosok penjuru negeri Muslim. Bahkan ketinggian bahasanya memerlukan syarah yang banyak ditulis oleh para ulama diantaranya adalah Al-’Allaamah Al-Faqih Asy-Syaikh Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad yang terkenal dengan panggilan Ba`ilisy yang wafat tahun 1299 H.
Juga Syaikh Muhammad bin Ahmad ‘Ilyisy Al-Maaliki Al-’Asy’ari Asy-Syadzili Al-Azhari dengan kitab ’Al-Qawl Al-Munji ‘ala Maulid Al-Barzanji’. Yang telah banyak sekali diulang cetaknya di Mesir. Beliau ini adalah seorang ulama besar keluaran Al-Azhar Asy-Syarif, bermazhab Maliki lagi Asy`ari dan menjalankan Thoriqah Asy-Syadziliyyah. Beliau lahir pada tahun 1217 H / 1802M dan wafat pada tahun 1299 H / 1882M.
Ulama Nusantara sendiri yaitu Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani Al-Jawi turut menulis syarah yang lathifah bagi Maulid Al-Barzanji dan karangannya itu dinamakannya ‘Madaarijush Shu`uud ila Iktisaail Buruud’ kitab inilah yang sering dibaca diberbagai pesantren di Jawa secara kilatan (tiga atau dua kali pertemuan) dalam rangka memperingati hari Maulid. Kemudian, Sayyid Ja’far bin Sayyid Isma`il bin Sayyid Zainal ‘Abidin bin Sayyid Muhammad Al-Hadi bin Sayyid Zain yang merupakan suami satu-satunya anak Sayyid Ja’far Al-Barzanji, juga telah menulis syarah bagi Maulid Al-Barzanji tersebut yang dinamakannya ‘Al-Kawkabul Anwar ‘ala ‘Iqdil Jawhar fi Maulidin Nabi Muhammadyil Azhar’.
Beliau juga telah menulis sebuah manaqib yang menceritakan perjalanan hidup dan ketinggian mertuanya Sayyid Ja’far Al-Barzanji dalam kitabnya “Ar-Raudhul A’thar fi Manaqib As-Sayyid Ja’far”.
Dengan demikian Al-Barzanji atau ‘Iqdul Jawahir adalah karya sastra berasaskan rasa cinta kepada paduka Nabi Muhammad yang Mulia, yang entah mengapa karya ini berhasil menyemangati para tentara muslim dalam perang Salib dan berhasil mengembalikan Masjidil Aqsha.
Untaian kata Indah yang dipadukan dengan tulusnya niat dengan penuh hormat dan harap mampu menarik berkah dari Rasulullah manusia yang Mulia.
Demikian pula dengan pembacaan al-Barzanji di Nusantara, semua dilakukan dengan penuh pengharapan menanti syafaat di yaumil qiyamat .
Di kalangan pesantren tradisi membaca Al-barzanji ini disebut dengan berzanjenan. Bagi kaum Nahdliyyin, Al-Barzanji menjadi salah satu cara bertawassul kepada Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam. Dengan menuturkan kisah kehidupan Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dan bershalawat atasnya, orang mengharap adanya kebaikan dalam kehidupan.
Di pesantren tradisi membaca Al-Barzanji merupakan sebuah kegiatan yang dilaksanakan setiap malam jum’at atau malam selasa. Membaca dengan beramai-ramai, dengan suara lantang dengan kreasi nada yang bermacam melahirkan semangat tinggi. Bagi kehidupan santri yang setiap harinya bergumul dengan kitab kuning, mengaji dan maknani, membaca berzanji adalah sebuah hiburan tersendiri, disamping juga tabarrukan kepada Kanjeng Nabi Muhammad Muhammad Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam.
Tradisi ini tidak hanya ada dalam dunia pesantren saja, tetapi juga masyarakat awam. Untuk momen-momen tertentu mereka bersama-sama membaca Al-barzanji dengan niat tabarrukan kepada Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam. Misalnya ketika hari ketujuh kelahiran seorang bayi, atau ketika menjelang pesta pernikahan, bisa juga ketika menghuni rumah baru dan lain sebagainya.
Seringkali berzanjenan diiringi dengan rebana atau terbang yang menggema. Pembaca dan juga sahibul hajat sama seperti Sultan Salahuddin yang berharap kebaikan dari pembacaan al-Barzanji.
Jika tentara salib saja bisa ditaklukkan apalagi hanya sekedar kejahatan dan keburukan.
Semoga bermanfaat.
Allaahummaghfir li ummati Syayyidinaa Muhammad,
Allaahummanshur li ummati Syayyidinaa Muhammad,
Allaahummashthur li ummati Syayyidinaa Muhammad,
Allaahummajbur li ummati Syayyidinaa Muhammadin Shallallaahu 'Alaihi Wasallam ajma'iin.
Allaahumma sholli wasallim wabaarik 'alaa Syayyidinaa Muhammadin wa'alaa aali Sayyidina Muhammadin fil awwaliina wal aakhiriina wa fil mala'il a'laa ilaa yaumiddiin
#cp_editing @adin condet