Sabtu, 29 September 2018

10 Perkara Dalam Aqidah Yang Harus Diketahui Oleh Seorang Muslim Dan Wajib Dipelajari

Sepuluh perkara Akidah yang tidak boleh umat islam tidak ketahui.

1. Perkara pertama: al-Ushul ats-Tsalatsah (Tiga Hal Pokok)

Yaitu pengetahuan hamba tentang Rabbnya, Agamanya, dan Nabi-Nya Muhammad shallaAllohu ‘alayhi wa sallam.

Jika dikatakan kepadamu: “Siapa Rabbmu?”, maka katakanlah: Rabbku adalah Allah yang telah mengurusku dan mengurus alam semesta dengan nikmat-nikmat-Nya. Dan Dia adalah Sembahanku. Aku tidak memiliki sembahan selain-Nya.

Jika dikatakan kepadamu: “Apa agamamu?”, maka katakanlah: Agamaku adalah Islam. Dan ia adalah berserah diri pada Allh dengan tauhid, tunduk pada-Nya dengan ketaatan, serta berlepas diri dari kesyirikan dan para para penganutnya.

Dan jika dikatakan kepadamu: “Siapa Nabimu?”, maka katakanlah: "Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim. Hasyim adalah sebagian dari kabilah Quraisy. Kabilah Quraisy adalah sebagian dari bangsa Arab. Dan bangsa Arab adalah keturunan Isma’il bin Ibrahim ‘alayhima wa ‘ala nabiyyina afdhalush shalati wat taslim.


2. Perkara kedua : pokok agama dan pondasinya adalah dua perkara

1) Perintah untuk beribadah kepada Allah semata tiada sekutu bagi-Nya, motivasi untuk melakukan itu, loyalitas atas dasarnya, dan mengkafirkan orang yang meninggalkannya.

2) Peringatan akan syirik dalam beribadah kepada Allah, kecaman keras terhadapnya, permusuhan atas dasarnya, dan pengkafiran orang yang mengerjakannya.

Dari pokok ini bercabanglah aqidah al-wala’ wal bara’ yang kokoh. Dan pokok aqidah ini berdiri di atas prinsip pemisahan dan pembedaan antara kaum muslimin dan lainnya atas dasar Agama, bukan atas dasar tanah dan nasionalisme. Seorang Muslim muwahhid adalah saudaraku di jalan Allah, aku loyal kepadanya dan menolongnya, meskipun dia adalah orang yang (berjarak) paling jauh. Sementara orang kafir dan orang murtad adalah musuhku, aku membenci dan memusuhinya, meskipun dia adalah orang yang (berjarak) paling dekat.

3. Perkara ketiga: ma’na la ilaha illaAllah

Laa ilaaha illaAllah adalah pemisah antara kufr dan Islam, ia adalah kalimat taqwa (kalimatut taqwa) dan ia adalah tali yang kuat (al-‘urwah al-wutsqo), ia tidak terwujud dengan sekadar mengucapkannya di sertai ketidaktahuan tentang ma’nanya dan tanpa mengerjakan konsekuensinya. Sebab, orang-orang munafiq mengucapkannya, tetapi mereka berada di tingkatan paling bawah dari neraka. Ia hanya terwujud dengan mengucapkannya, mengetahui ma’nanya, mencintainya, mencintai para penganutnya dan loyal kepada mereka, serta membenci orang yang menyelisihinya, memusuhinya, dan memeranginya.

Syahadat laa ilaaha illaAllah adalah penafian dan penetapan. Laa ilaaha (tiada ilah) menafikan segala macam peribadatan dari selain Allah ta’ala. Dan illaAllah (kecuali Allah) menetapkan segala macam peribadatan kepada Allah semata tiada sekutu bagi-Nya.

Di antara konsekuensi syahadat laa ilaaha illaAllah adalah syahadat bahwa Muhammad Rasulullah. Dan syahadat Muhammad Rasulullah terwujud dengan mentaati Nabi shallaAllahu ‘alayhi wa sallam dalam apa yang diperintahkannya, menjauhi apa yang dilarang dan dicegahnya, dan membenarkannya dalam apa yang diberitakannya.

4. Perkara keempat: syarat-syarat laa ilaaha illaAllah

Allah Ta’ala menjadikan kalimat tauhid laa ilaaha illaAllah sebagai tanda masuk ke dalam Islam, harga surga dan sebab keselamatan dari neraka. Tetapi ia tidak akan bermanfaat bagi orang yang mengucapkannya selama dia tidak mewujudkan syarat-syaratnya. Telah dikatakan kepada al-Hasan al-Bashriy: “Sesungguhnya ada orang-orang yang megatakan: Barang siapa mengucapkan laa ilaaha illaAllah, maka dia akan masuk surga?” Dia berkata: “Barang siapa mengucapkan laa ilaaha illaAllah, lalu menunaikan hak dan kewajibannya, maka dia akan masuk surga.” [Jami’ul ‘Ulum wal Hikam karya Ibnu Rojab al-Hanbaliy]

Imam al-Bukhoriy berkata : Dikatakan kepada Wahb bin Munabbih: “Bukankah laa ilaaha illaAllah adalah kunci surga?” Dia berkata: “Benar" Tetapi tidak ada kunci kecuali ia memiliki gerigi. Jika engkau membawa kunci yang memiliki gerigi, maka akan dibukakan bagimu. Dan jika tidak, maka tidak akan dibukakan bagimu.” [Jami’ul ‘Ulum wal Hikam karya Ibnu Rojab al-Hanbaliy]

Gerigi kunci surga adalah syarat-syarat laa ilaaha illaAllah. Dan syarat-syarat laa ilaaha illaAllah adalah :
1) Pengetahuan tentang ma’nanya dari segi penafian dan penetapan.
2) Yaqin, yaitu kesempurnaan pengetahuan tentangnya yang meniadakan keraguan dan kebimbangan.
3) Ikhlash yang meniadakan syirik.
4) Kejujuran yang meniadakan kedustaan.
5) Kecintaan kepada kalimat ini dan kepada apa yang ditunjukkan olehnya, serta kegembiraan dengan hal itu.
6) Ketundukan terhadap hak-haknya dengan ikhlash untuk Allah dan demi mencari ridha-Nya.
7) Penerimaan yang meniadakan penolakan.

Semua syarat ini ditunjukkan oleh dalil-dalil yang jelas dari al-Kitab dan as-Sunnah yang shahih.

5. Perkara kelima : pembatal-pembatal Islam

Ada banyak hal-hal yang mengeluarkan seorang muslim dari lingkaran Islam, dan jika dia melanggarkan maka dijatuhkan padanya nama murtad dari agama tauhid. Yang terbesar di antaranya sepuluh, yaitu:

1) Syirik dalam beribadah kepada Allah Ta’ala.
2) Menjadikan antara dirinya dan Allah perantara-perantara yang dia seru, dia mintai syafa’at dan dia jadikan sebagai sandaran (tawakkal).
3) Tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, atau meragukan kekafiran mereka, atau membenarkan madzhab mereka.
4) Meyakini bahwa selain petunjuk Nabi shallaAllahu ‘alayhi wa sallam lebih sempurna daripada petunjuk beliau atau bahwa keputusan selain beliau lebih baik daripada keputusan beliau.
5) Membenci sesuatu dari apa yang dibawa oleh Rasululloh shallaAllahu ‘alayhi wa sallam.
6) Mengolok-olok Allah atau Kitab-Nya atau Rasul-Nya.
7) Sihir, di antaranya sharf (memalingkan laki-laki dari istrinya atau sebaliknya, -pent) dan ‘athf (menimbulkan kecintaan laki-laki kepada istrinya atau sebaliknya, -pent).
8) Mendukung kaum musyrikin dan membantu mereka terhadap kaum muslimin.
9) Meyakini bahwa sebagian manusia boleh keluar dari syariat Nabi Muhammad shallaAllahu ‘alayhi wa sallam, sebagaimana Khidhir boleh keluar dari syariat Musa ‘alayhis salam.
10) Berpaling dari agama Alloh ta’ala, tidak mempelajarinya dan tidak mengamalkannya.

Dalam seluruh pembatal Islam tersebut tidak ada bedanya antara orang yang bersenda gurau, serius ataupun karena takut, kecuali orang yang terpaksa.

6. Perkara keenam : macam-macam tauhid

1) Tauhid ar-rububiyyah, yaitu mentauhidkan Allah dengan perbuatan-perbuatan-Nya. Itu terwujud dengan meyakini bahwa Allah adalah yang menciptakan semua makhluk sendirian, memberi mereka rezeki sendirian, dan mengatur segala urusan sendirian.

Mayoritas manusia—dengan fitrah mereka—meyakini bahwa Allah adalah Al-Khaliq (yang menciptakan), Ar-Raziq (yang memberi rezeki), Al-Muhyi (yang menghidupkan), dan Al-Mumit (yang mematikan). Mereka mengakui semua itu dan membenarkannya. Bahkan sampai orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah shallaAllahu ‘alayhi wa sallam dan dihalalkan oleh beliau darah dan harta mereka pun membenarkan semua itu. Dalilnya firman Allah Ta’ala:

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللهُ.
“Katakanlah (Muhammad): 'Siapakah yang memberi rezeki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang menguasai pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?', maka mereka akan menjawab: Allah.” [Qs. Yunus: 31]

Tetapi tauhid ar-rububiyyah saja—dengan hamba mengimani bahwa Allah adalah yang menciptakannya, memberinya rezeki dan menghidupkannya— tidak cukup untuk masuknya dia ke dalam Islam selama dia tidak meyakini tauhid al-uluhiyyah.

2) Tauhid al-uluhiyyah, yaitu mentauhidkan Allah Ta’ala dengan perbuatan-perbuatan hamba, seperti berdoa, bernadzar, menyembelih, berharap, takut, keinginan, cemas, bertaubat, memohon pertolongan, memohon perlindungan, mengagungkan, rukuk, berjihad, dsb. Ma’nanya adalah bahwa hamba menunaikan ibadah demi mendekatkan diri kepada Allah semata. Jika dia melakukan itu, maka dia telah menjadi seorang muslim yang telah mewujudkan tauhid. Adapun jika hamba menunaikan ibadah seraya mendekatkan diri dengannya kepada selain Allah, atau mengarahkan sebagian darinya kepada Allah dan sebagian yang lain kepada selain Allah, maka dia belum mewujudkan tauhid dan jatuh ke dalam syirik. Wal ‘iyadzu billah.

Tauhid al-uluhiyyah yang juga dinamakan tauhid ibadah, adalah sebab para Rasul ‘alayhimus salam diutus. Karena, setiap Rasul memulai dakwahnya kepada kaumnya dengan perintah untuk mentauhidkan ibadah. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللهَ.
“Dan sungguh, Kami telah mengutus dalam setiap umat seorang Rassul (untuk menyerukan): Sembahlah Allah ...” [Qs. an-Nahl: 36]

Dan Nuh, Hud, Shalih, dan Syu’aib mengatakan perkataan yang sama,

يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ.

“Wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada sembahan bagi kalian selain Dia.” [Qs. al-A’rof: 59, 65, 73, 85]

Di antara jenis-jenis tauhid, jenis inilah yang diperselisihan sejak zaman dahulu hingga zaman sekarang antara para Rasul dan umat-umat mereka, serta menjadi sebab Rasulullah shallaAllahu ‘alayhi wa sallam memerangi orang-orang kafir Quraisy dan sebab Khulafa’ Rasyidun memerangi orang-orang murtad.

3) Tauhid al-asma’ wa ash-shifat, yaitu mengimani semua yang disebutkan dalam al-Qur-an al-Karim dan hadis-hadis shahih dari nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya yang dengan itu Dia menyifati diri-Nya sendiri atau dengannya Rasul-Nya shallaAllahu ‘alayhi wa sallam menyifati-Nya, dalam pengertian yang sebenarnya, serta meyakini bahwa Allah itu :

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ.

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia maha mendengar lagi maha melihat.” [Qs. asy-Syuro: 11]

Wajib hukumnya mengimani nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya yang ada dalam al-Kitab dan as-Sunnah dengan ma’na-ma’nanya dan hukum-hukumnya berdasarkan pemahaman salaf shalih. Nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya diketahui dari al-Qur’an dan As-Sunnah. Tidak boleh bagi seseorang —siapapun dia— untuk mendatangkan dari dirinya sendiri sebuah nama atau sebuah sifat bagi Allah Ta’ala. Sebab, nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya adalah perkara tawqifiyyah. Artinya, di dalamnya kita berhenti pada nama-nama yang disebutkan atau disifati Allah untuk diri-Nya sendiri, atau yang disebutkan atau disifati oleh Rasul-Nya shallaAllahu ‘alayhi wa sallam.

Nama-nama Allah semuanya bagus (husna), Dan ada banyak, di antaranya: ash-Shamad (tempat meminta segala sesuatu), al-Bari’ (Sang Pencipta), as-Sami’ (Maha Mendengar), al-Bashir (Maha Melihat), ar-Rahman (Maha Pengasih), ar-Rahim (Maha Penyayang), … sebagaimana Allah subhanahu memiliki banyak sifat yang semuanya luhur, di antaranya; ar-rahmah, al-quwwah (kuat), al-hikmah (bijaksana), al-hayah (hidup), al-‘izzah (perkasa), al-‘ilmu, al-jabarut (kekuasaan), dsb.

7. Perkara ketujuh : macam-macam syirik

1) Syirik akbar, yaitu dosa besar yang Allah tidak akan mengampuninya dan tidak akan menerima amal shalih bersamanya. Allah ta’ala berfirman :

إِنَّ اللهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa yang selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki.” [Qs. an-Nisa’: 48]
Allah Subhanahu berfirman:

إِنَّهُ ُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ، وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ.

“Sesungguhnya barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh Allah mengharamkan baginya surga dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang yang zhalim.” [Qs. al-Maidah: 72]

Dan Allah Jalla jalaluhu berfirman:

لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Sungguh, jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang-orang yang rugi.” [Qa. az-Zumar: 65]

Syirik akbar ada empat macam, yaitu :
1- Syirik doa
2- Syirik niat, keinginan dan tujuan
3- Syirik ketaatan
4- Syirik cinta.

2) Syirik ashghor, yaitu; segala sesuatu yang menjadi jalan menuju syirik akbar dan perantara untuk jatuh ke dalamnya, seperti riya’, bersumpah dengan selain Allah, mengucapkan “ma sya’allahu wa syi’ta (sesuai yang Allah kehendaki dan yang kamu kehendaki)”, mengucapkan “aku bersandar kepada Allah dan kepadamu”, dan hal-hal lainnya yang sedikit sekali orang yang selamat darinya. Kafarat (penghapus)-nya adalah mengucapkan :

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا أَعْلَمُهُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ مِمَّا لَا أَعْلَمُ.

“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu agar tidak mempersekutukan dengan-Mu sesuatu yang aku ketahui. Dan aku memohon ampunan kepada-Mu dari apa yang tidak aku ketahui.” [Diriwayatkan oleh Ahmad dan lainnya, dan dishohihkan oleh al-Haytsamiy dan Ibnu Hibban]

8. Perkara kedelapan : macam-macam kufur

Kufur berarti pengingkaran. Kufur akbar ada lima macam (penyebab), yaitu:
1) Kufur karena pendustaan
2) Kufur karena penolakan dan kesombongan diri
3) Kufur karena keraguan
4) Kufur karena keberpalingan
5) Kufur karena nifaq.

Kufur ashghor yang tidak mengeluarkan dari agama, dan ini adalah kufur ni’mat. Dalilnya firman Allah Ta’ala :

وَضَرَبَ اللهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آَمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ، فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللهِ، فَأَذَاقَهَا اللهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ.

“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, lalu (penduduk)nya mengingkari ni’mat-ni’mat Allah, maka Allah menimpakan kepada mereka bencana kelaparan dan ketakutan disebabkan apa yang mereka perbuat.” [Qs. an-Nahl: 112]

9. Perkara kesembilan : macam-macam nifaq

1) Nifaq akbar (i’tiqodiy), yaitu; menyembunyikan kufr dalam hati dan memperlihatkan iman pada lisan dan anggota tubuh. Jenis-jenisnya ada enam, yang pelakunya termasuk penghuni tingkatan paling bawah dari neraka, yaitu:
     1- Mendustakan Rasul
     2- Mendustakan sebagian dari apa yang dibawa oleh Rasul
     3- Membenci Rasul
     4- Membenci sebagian dari apa yang dibawa oleh Rasul
     5- Bergembira atas kejatuhan agama Rasul
     6- Membenci kemenangan agama Rasul ‘alayhis shalatu wassalam.

2) Nifaq ashghor (‘amaliy). Ini terjadi dengan mengerjakan sesuatu dari perbuatan-perbuatan orang-orang munafiq dan bersifat dengan satu sifat dari sifat-sifat mereka, disertai dengan tetap adanya pokok iman. Ia adalah lima macam yang disebutkan oleh Rasulullah shallaAllahu ‘alayhi wa sallam dalam sabda-Nya :

آيَةُ المُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ.

“Tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara berbohong, jika berjanji mengingkari dan jika dipercaya berkhianat.”

Dan dalam riwayat lain :
إِذَا خَاصَمَ فَجَرَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ.

“Jika bertengkar menyimpang dari kebenaran dan jika membuat perjanjian mengkhianati.” [HR. Muttafaq ‘alaih]

10. Perkara kesepuluh : ma’na thoghut dan jenis-jenisnya yang paling utama

Yang pertama kali diwajibkan oleh Allah kepada anak Adam adalah kufur kepada thaghut dan beriman kepada Allah. Dalilnya firman Allah Ta’ala :

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ.

“Dan sungguh, Kami telah mengutus dalam setiap umat seorang Rasul (untuk menyerukan): Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” [Qs. an-Nahl: 36]

Bentuk kufur kepada thaghut adalah meyakini kebatilan beribadah kepada selain Allah, meninggalkannya, membencinya, serta mengkafirkan pelakunya dan memusuhi mereka. Adapun bentuk iman kepada Allah adalah meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya ilah yang disembah tanpa selain-Nya, memurnikan semua jenis ‘ibadah untuk Allah dan menafikannya dari semua sesembahan selain Allah, serta mencintai di jalan Allah dan membenci di jalan Allah.

Thaghut adalah segala sesuatu yang menyebabkan hamba melampaui batas, berupa suatu yang disembah, yang diikuti, atau yang ditaati.
Contoh yang disembah adalah setan-setan jin yang menyuruh para penyihir manusia untuk menyembah mereka, lalu mereka pun menyembah para jin tersebut. Contoh yang ditaati adalah para presiden, para raja dan para pemimpin yang memerintahkan rakyat mereka untuk menyalahi syariat dan berhukum kepada undang-undang buatan manusia, serta memerangi penegakan hukum syariat dan orang yang menyeru kepada penerapannya, lalu rakyat mengikuti mereka. Adapun yang ditaati contohnya para ulama, para rahib, dan para syekh jahat yang menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah, lalu mereka ditaati dalam hal itu.

Sementara muslim muwahhid mengingkari setiap yang disembah, diikuti dan ditaati selain Allah, berlepas diri dari mereka dan dari para pengikut mereka, serta memusuhi dan membenci mereka. Inilah millah Ibrahim ‘alayhis salam yang barangsiapa membencinya, maka dia telah membodohi dirinya sendiri. Dan ia adalah teladan baik yang Allah Ta’ala menganjurkan kita untuk mengikutinya dalam firman-Nya :

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآَءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللهِ، كَفَرْنَا بِكُمْ، وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللهِ وَحْدَهُ.

“Sungguh, telah ada suri teladan yang baik bagi kalian pada Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya, ketika mereka berkata kepada kaum mereka: ‘Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian sembah selain Allah. Kami kufur kepada kalian. Dan telah nyata permusuhan dan kebencian antara kami dan kalian selamanya, sampai kalian beriman kepada Allah saja.’” [Qs. al-Mumtahanah: 4]

Thaghut-thaghut itu banyak, yang paling utama di antara mereka ada lima :

1) Setan. Dalilnya firman Allah Ta’ala :

أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آَدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ، إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ.

“Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kalian wahai anak cucu Adam agar kalian tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian.” [Qs. Yasin: 60]

Setan adalah thaghut akbar yang terus-menerus berusaha memalingkan manusia dari ketaatan kepada Allah. Ada juga di antara manusia yang menyertai setan dalam menghalangi manusia dari beribadah kepada Allah, dan mereka itu juga thaghut-thaghut.

2) Penguasa zhalim yang merubah hukum-hukum Allah Ta’ala. Dalilnya firman Allah Ta’ala :

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آَمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ، وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا.

“Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa mereka telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu, mereka ingin berhukum kepada thoghut padahal mereka telah diperintahkan untuk kufur kepadanya. Dan setan ingin menyesatkan mereka dengan kesesatan yang jauh.” [Qs. an-Nisa’: 60]

3) Orang yang memutuskan dengan selain apa yang diturunkan oleh Allah. Dalilnya firman Allah Ta’ala :

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ.

“Dan barang siapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.” [Qs. al-Ma’idah: 44]

Jika hakim atau qodhi memutuskan di antara dua orang yang bersengketa dengan selain apa yang diturunkan oleh Allah, seperti menggunakan undang-undang buatan manusia, adat-istiadat, serta tradisi-tradisi suku dan kabilah, maka dia telah murtad dari agama Allah dan menjadi taoghut.

Orang yang memutuskan dengan selain apa yang diturunkan oleh Allah adalah kafir. Dan orang-orang bersengketa yang berhukum kepadanya juga kafir. Allah Ta’ala berfirman :

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا.

“Maka demi Rabbmu, mereka tidak beriman sampai mereka menjadikanmu (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka atas putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” [Qs. an-Nisa’: 65]

Allah Subhanahu menafikan keimanan dari mereka karena mereka tidak menegakkan hukum Allah di antara mereka dan berhukum kepada thaghut.

4) Orang yang mengklaim mengetahui perkara ghaib. Dalilnya firman Allah Ta’ala:

قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللهُ، وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ.

“Katakanlah (Muhammad): Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara ghaib kecuali Allah. Dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan.” [Qs. an-Naml: 65]

Barangsiapa mengklaim bahwa dia mengetahui perkara ghaib, maka dia adalah thaghut yang mendustakan ayat al-Qur-an al-Karim yang jelas. Dan wajib atas seorang muslim untuk menghidari pergi ke setiap orang yang mengklaim mengetahui perkara ghaib, seperti para penyihir, para dukun, dan para peramal dan tidak mempercayai mereka dalam apa yang mereka klaim. Sebab,

مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ.

“Barangsiapa mendatangi seorang dukun atau seorang peramal, lalu dia membenarkan apa dikatakannya, maka dia telah kufur apa yang diturunkan kepada Muhammad.” [Diriwayatkan oleh Ahmad dan dihasankan oleh Syu’aib al-Arna’uth]

5) Orang yang disembah selain Allah dan dia ridha dengan penyembahannya, atau orang yang menyeru manusia untuk menyembah dirinya. Dalilnya firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلَهٌ مِنْ دُونِهِ فَذَلِكَ نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ، كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ.

“Dan barangsiapa di antara mereka berkata: ‘Sesungguhnya aku adalah tuhan selain Allah,’ maka orang itu Kami beri balasan Jahanam. Demikianlah Kami memberikan balasan kepada orang-orang yang zholim.” [Qs. al-Anbiya’: 29]

Ibadah adalah haq Allah ‘azza wa jalla (atas hambanya). Tidak boleh bagi seorang pun untuk menyeru manusia untuk menyembah dirinya atau untuk menyembah seseorang selain Allah Ta’ala. Barangsiapa melakukan itu, atau dia tidak melalukan itu tetapi ridha disembah selain Allah, maka dia adalah thaghut.

Demikianlah. Dan sesungguhnya manusia tidak menjadi orang yang beriman kepada Allah kecuali dia kufur kepada thoghut. Dalilnya firman Allah Ta’ala :

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ، قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ، فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا، وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ.

“Tidak ada paksaan dalam agama. Sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara kebenaran dan kesesatan. Barangsiapa kufur kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang pada tali yang kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Qs. al-Baqarah: 256]

Kebenaran (ar-Rusydu) adalah agama Muhammad shallaAllahu ‘alayhi wa sallam, kesesatan (al-Ghoyy) adalah agama Abu Jahl, sedangkan tali yang kuat (al-‘urwah al-wutsqo) adalah syahadat laa ilaaha illaAllah.

Hamba tidak dianggap berpegang pada tali yang kuat (tauhid) kecuali jika padanya terdapat dua sifat: kufur kepada thaghut dan iman kepada Allah.

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Sholawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi kita Muhammad, serta kepada semua keluarga dan sahabatnya.

------------------

Judul Kitab Asli : ‘Asyru Masail fil ‘Aqidah La Yasi’ul Muslim Jahluhu wa Yajibu ‘alayhi Ta’allumuhu
Judul Tarjamah : Sepuluh Perkara dalam ‘Aqidah yang Tidak boleh Boleh Tidak Diketahui Oleh Seorang Muslim dan Wajib Dipelajari

#cp@apelmerah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Unggulan

Mengenali Tauhid

Bismillaahi rahmaani rahiim... Tauhid adalah dasar Islam, pondasi agama yang paling agung yang harus diketahui oleh setiap orang yang me...