Jumat, 10 Mei 2019

Mengenal Sejarah Disyariatkannya Shiyam Ramadhan

Oleh: Ustadz Qutaibah Muslim

Tidak diragukan lagi bahwa ibadah puasa Ramadhan merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima (5), artinya puasa Ramadhoa merupakan salah satu tiang tegaknya keislaman seseorang, sehingga wajib bagi tiap-tiap Muslim untuk mengerjakannya selama sebulan penuh di bulan Ramadhan.

Namun tahukah kita akan suatu hal penting, bahwa puasa bulan Ramadhan yang kita jalankan selama ini, termasuk pada bulan suci Ramadhan 1440 H/2019 M sekarang ini ternyata mengalami beberapa proses dan tahapan dalam pensyariatannya. Mulai dari awal pensyariatannya yaitu boleh memilih antara puasa atau tidak puasa, kemudian ke tahapan diwajibkan dengan ketentuan yang berat, lalu akhirnya ke tahapan diwajibkan dengan ketentuan yang lebih ringan hingga masa kita saat ini.

Para pembaca situs online Mata-Media.Net (MMC) yang dirahmati Allah semuanya, para ulama telah sepakat bahwa puasa Ramadhan itu disyariatkan dan diwajibkan kepada umat Islam pada bulan Sya’ban tahun kedua Hijriyyah (H), tepatnya pada tanggal 10 Sya’ban. (Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi wafat 774 H, Al-Fushul fie Sirah Ar-Rasul, halaman 127)

Bahkan pada bulan dan tahun yang sama yaitu bulan Sya’ban tahun 2 H, disyariatkan pula perpindahan arah kiblat sholat dari Baitul Maqdis (di Palestina) ke Ka’bah (di Makkah), disyariatkannya zakat fithrah, sholat ‘Ied, dan juga jihad fie sabilillah. (Abu Ja’far At-Thabari wafat 310, Tarikh At-Thabari, halaman 2/ 421)

Dan jika dihitung, maka Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam selama hidupnya telah melaksanakan puasa Ramadhan sebanyak 9 kali. (Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah wafat 751 H, Zaadul-Ma’ad, halaman 2/ 29)

Kemudian, jika kita kaji hadits-hadits tentang puasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka paling tidak akan kita dapati ada beberapa fase dan tahapan pensyariatan ibadah shiyam (puasa) :

FASE PERTAMA, KEWAJIBAN PUASA ASYURA

Sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan, dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah berpuasa tanggal 10 Muharram atau Asyura serta memerintahkan manusia untuk mengerjakannya. Dari Abdullah bin Umar (Ibnu ‘Umar) radhiyallahu ‘anhuma berkata,

صَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تُرِكَ وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ لَا يَصُومُهُ إِلَّا أَنْ يُوَافِقَ صَوْمَهُ.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa hari Asyura (10 Muharam) lalu memerintahkan (para sahabat) untuk melaksanakannya pula. Setelah Allah mewajibklan puasa Ramadhan, maka puasa hari Asyura ditinggalkan (menjadi tidak wajib hukumnya). Dan Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma tidaklah melaksanakan puasa hari Asyura kecuali bila bertepatan dengan hari-hari puasa yang biasa dikerjakannya”. (HR. Bukhari)

Dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

كان يوم عاشوراء تصومه قريش في الجاهلية، وكان النبي صلى الله عليه وسلم يصومه فلما قدم المدينة صامه وأمر بصيامه ، فلما نزل رمضان كان رمضان الفريضة، وترك عاشوراء، فكان من شاء صامه ومن شاء لم يصمه

“Hari Asyura dahulu orang Quraisy puasa di hari itu. Nabi Muhammad juga berpuasa di hari Asyura. Saat awal tiba di Madinah, Nabi masih menyuruh untuk berpuasa Aysura dan Nabi juga ikut berpuasa. Hanya ketika datang syariat puasa Ramadhan, Nabi meninggalkan puasa Asyura sembari berujar bahwa siapa yang mau puasa di hari itu yaa silahkan, yang tidak puasa juga tidak mengapa”. (Shahih Bukhari halaman 6/ 24)

Namun dalam riwayat lain dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam puasa Asyura saat melihat orang Yahudi Madinah berpuasa di hari itu. Disebutkan dalam hadits,

قدم النبي صلى الله عليه وسلم المدينة فرأى اليهود تصوم يوم عاشوراء، فقال: «ما هذا؟»، قالوا: هذا يوم صالح هذا يوم نجى الله بني إسرائيل من عدوهم، فصامه موسى، قال: «فأنا أحق بموسى منكم»، فصامه، وأمر بصيامه

“Ketika Nabi datang ke Madinah beliau melihat Orang Yahudi berpuasa di hari Asyura. Lantas Nabi bertanya, “Puasa apa itu?”. Mereka menjawab, “Ini hari yang baik, hari di mana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, lalu Musa berpuasa”. Lantas Nabi menimpali, “Saya lebih berhak atas Musa daripada kalian”, maka Nabi akhirnya puasa di hari itu dan menyuruh kaum Muslimin untuk berpuasa pula”. (Shahih Bukhari halaman 3/ 44)

FASE KEDUA

Fase kedua disyariatkannya puasa Ramadhan, namun boleh memilih antara puasa atau membayar fidyah. Awal disyariatkannya puasa Ramadhan pada tahun kedua Hijriyyah, kaum Muslimin boleh memilih antara puasa atau tidak puasa walaupun mampu untuk berpuasa. Namun bagi yang tidak berpuasa, harus diwajibkan membayar fidyah yaitu memberi makan satu orang miskin. Hanya saja, bagi yang berpuasa maka itu lebih baik. Hal ini sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an,

وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكين فمن تطوع خيرًا فهو خير له وأن تصوموا خير لكم إن كنتم تعلمون

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (QS. Al-Baqarah 2 : 184)

FASE KETIGA

Fase ketiga diwajibkannya puasa Ramadhan secara mutlak, dan tidak adanya pilihan kecuali berpuasa bagi yang mampu. Setelah boleh memilih antara berpuasa atau membayar fidyah, akhirnya turun ayat yang menjelaskan bahwa tak ada lagi pilihan kecuali mengerjakan puasa bagi siapa saja yang mampu dan tidak memiliki udzur sekaligus menghapus pilihan membayar fidyah bagi yang mampu berpuasa dan tidak memiliki udzur. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فمن شهد منكم الشهر فليصمه. البقرة

“Siapa diantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”. (QS. Al-Baqarah 2 : 185)

Dalam hadits juga disebutkan,

عن سلمة بن الأكوع قال: لما نزلت: (وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكين) كان من أراد أن يفطر ويفتدي، حتى نزلت الآية التي بعدها فنسختها

Dari Salamah bin Al-Akwa’ beliau berkata, “Ketika turun ayat (Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin), boleh diantara kita berpuasa atau membayar fidyah. Tetapi ketika turun ayat setelahnya, maka ayat itu menasakh (menghapus) kebolehan memilih”. (Muttafaqun ‘alaih)

Semua kaum Muslimin yang mampu dan tidak ada udzur, maka wajib untuk berpuasa di bulan Ramadhan. Hanya saja, ternyata awal diwajibkannya puasa dahulu cukup berat. Kenapa berat? Jawabannya ada pada fase keempat disyariatkannya puasa Ramadhan.

FASE KEEMPAT

Fase keempat diwajibkannya puasa dengan ketentuan yang berat yaitu dimulai ketika tidur malam sampai tibanya waktu Maghrib. Puasa Ramadhan pada awalnya dimulai dari saat tidur malam sampai waktu Maghrib hari berikutnya. Ketika seseorang sudah tidur malam, maka tidak boleh lagi makan, minum dan jima’ (berhubungan badan) dengan istrinya, sampai nanti masuk waktu Maghrib.

Maka beberapa sahabat mengalami keadaan yang berat. Ada beberapa riwayat yang menjelaskan itu. Diantaranya yang terjadi pada Qais bin Shirmah Al-Anshari,

عن البراء بن عازب –رضى الله عنه-، قال: ” كان أصحاب محمد –صلى الله عليه وسلم- إذا كان الرجل صائماً فحضر الإفطار، فنام قبل أن يفطر، لم يأكل ليلته ولا يومه حتى يمسى، وإن قيس بن صِرمَة الأنصارىّ كان صائماً، فلما حضر الإفطار أتى امرأته، فقال لها: أعندكِ طعام؟، قالت: لا، ولكن أنطلق فأطلب لك، وكان يومه يعمل، فغلبته عيناه

فجاءته امرأته، فلما رأته قالت: خَيْبَةً لك. فلما انتصف النهار غُشِى عليه، فذُكر ذلك للنبى –صلى الله عليه وسلم-، فنزلت هذه الآية: ((أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلى نِسَآئِكُمْ))، ففرحوا بها فرحاً شديداً، ونزلت: ((وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الفَجْرِ))”

Dari Barra’ bin Azib beliau menceritakan, “Dahulu para sahabat Nabi ketika puasa dan telah datang waktu berbuka puasa, apabila dia tidur sebelum berbuka puasa maka dia tidak makan di malam itu sampai hari berikutnya.

Salah seorang sababat Nabi bernama Qais bin Shirmah Al-Anshari beliau berpuasa. Ketika datang waktu buka puasa, beliau datang kepada istrinya dan bertanya, “Apakah kamu punya makanan untuk kita makan?” “Tidak ada, tetapi saya akan mencarinya untukmu!”. Jawab istrinya.

Hari itu Qais bekerja cukup lelah, sampai akhirnya ketiduran. Ketika istrinya datang, dia melihat suami tidur, “Wah, celaka!”. Belum makan malah tidur duluan. Karena belum makan pada malam itu, Qais akhirnya pingsan di hari berikutnya. Akhirnya hal itu dilaporkan kepada Nabi. Hingga turunlah ayat yang artinya: “Halal bagi kalian berhubungan badan ketika malam bulan Ramadhan”. Maka kaum Muslimin saat itu sangat bahagia.

Akhirnya turun juga ayat yang artinya: “Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar”. (QS. Al-Baqarah 2 : 187)

Sebagaimana hal itu juga terjadi pada Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu. Dalam sebuah riwayat diceritakan,

رجع عمر بن الخطاب من عند النبي صلى الله عليه وسلم ذات ليلة، وقد سهر عنده فوجد امرأته قد نامت، فأرادها فقالت: إني قد نمت، قال: ما نمت ثم وقع بها، وصنع كعب بن مالك مثل ذلك، فغدا عمر إلى النبي صلى الله عليه وسلم فأخبره فأنزل الله تعالى: {علم الله أنكم كنتم تختانون أنفسكم فتاب عليكم وعفا عنكم} البقرة: 187

” Umar bin Khaththab suatu malam pulang dari berkumpul dengan Nabi pada bulan Ramadhan. Sesampainya di rumah, ternyata istrinya sudah tidur, padahal umar ingin berjima’ dengan istrinya malam itu. Istrinya berkata, “Saya sudah tidur tadi”. Maka Umar menjawab, kamu tidak tidur. Akhirnya Umar pun berjima’ dengan istrinya malam itu. Ka’ab bin Malik juga melaksanakan hal itu. Maka keesokan harinya Umar mendatangi Nabi Muhammad dan menceritakan apa yang tadi malam terjadi. Maka turunlah ayat yang artinya: “Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu” [QS. Al-Baqarah 2 : 187]. (Musnad Imam Ahmad, 25/86)

FASE KELIMA

Fase kelima adalah fase terakhir diwajibkannya puasa dengan ketentuan ringan yaitu boleh makan selama belum terbit fajar shubuh. Akhirnya puasa masuk kepada fase ringan. Dimana seseorang baru memulai puasa ketika sudah masuk fajar subuh. Ketika malam hari, seorang Muslim boleh makan, minum dan berjima’ dengan istrinya. Bahkan termasuk sunnah Nabi adalah mengakhirkan makan sahur.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam ayat Al-Qur’an,

وكلوا واشربوا حتى يتبين لكم الخيط الأبيض من الخيط الأسود من الفجر ثم أتموا الصيام إلى الليل

“Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam”. (QS. Al-Baqarah 2 : 187)

Itulah beberapa fase pensyari’atan puasa Ramadhan sampai yang kita jalankan saat ini. Hanya saja, puasa yang sudah ringan ini ternyata memang masih saja ditinggalkan oleh sebagian orang yang mengaku dirinya sebagai Muslim. Semoga bulan puasa Ramadhan tahun 1440 H/2019 M kali ini menjadikan kita lulus sebagai orang yang bertaqwa dan benar-benar beriman kepada Allah Ta’ala. Aamiin,, Wallahu A’lam… [Edt; Abd]

sumber : mata-media.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Unggulan

Mengenali Tauhid

Bismillaahi rahmaani rahiim... Tauhid adalah dasar Islam, pondasi agama yang paling agung yang harus diketahui oleh setiap orang yang me...