Senin, 18 November 2019

Perjalanan Mengharukan Jiwa, Taubatnya Petugas Militer Mesir Menuju Jalan ALLOH

PERJALANAN MENGHARUKAN JIWA, TAUBATNYA PETUGAS MILITER MESIR MENUJU JALAN ALLAH ﷻ

Mereka - telah menempuh jalan petunjuk dan mereka tinggalkan jalan kesesatan. Mereka telah menempuh jalan, tanpa memperdulikan dunia yang membuat para da’i kebathilan bersegera kepadanya. Mereka tinggalkan perhiasan-perhiasan kekufuran dan riddah yang ditawarkan oleh para thagut di Mesir.
Ini adalah sebuah perjalanan petugas Mesir yang telah bertaubat dari dinas militer Mesir, menuju jalan Al-Haq. Kemudian, Allah ﷻ memberi taufik kepada mereka untuk memisahkan diri dari murtadin Mesir. Setelah itu, mereka tampakkan permusuhan kepada seluruh perangkat rezim Mesir dan memberikan loyalitasnya kepada orang-orang mukmin.

Mereka adalah orang-orang yang telah meninggalkan  kejahiliyahan yang dulu mereka berjalan diatasnya dan mereka juga tinggalkan keterlibatannya bersama kawan-kawan lamanya yang berusaha untuk melenyapkan cahaya Islam.

Mereka pergi dari kegelapan, menuju cahaya, dari rendahnya keadaan yang diliputi oleh dunia, menuju pancaran sinar yang menyala dari bumi Sinai. Disanalah janji untuk berjumpa dengan lelaki yang memancarkan cahaya suci dan cahaya taubat yang tampak dari wajah-wajah mereka. Tersirat darinya bekas-bekas nikmat dan kesejahteraan.

Mereka adalah lelaki yang berada diantara pandangan kagum atau segan, yang merasa gembira karena hijrahnya dan nafir di jalan Alloh.

Inilah diantara kiasan yang dapat dikemukakan kepadamu untuk menggambarkan bagaimana ekspresi dan kegembiraan yang telah mereka rasakan.

Mereka adalah Al-Akh Abu Umar (Hanafi Jamal Mahmud Salman), Abu Bakar  (Muhammad Jamal Abdul Hamid) dan Abu Ali (Khairat Sami Abdul Majid As-Subki), taqabbalahumullah.
Begitu mereka berjumpa dengan para ikhwah (mujahidin di Sinai), mereka bersegera menjabat tangan dan memeluk mereka seolah-olah mereka sudah mengenalnya selama bertahun-tahun.
Mereka mulai menceritakan  kisah perjalanan hidayah mereka dan keberhasilan mereka keluar dari lembah kesyirikan. Kepada kalianlah kisah ini diceritakan dan apa saja yang disaksikan oleh saudara-saudara mereka di bumi Sinai.

Kehidupan mereka sebelum hijrah

Mereka dahulu hidup di sejumlah kota di Mesir. Mereka hidup dalam kemewahan, tinggal di apartemen mewah, memiliki kendaraan yang mewah dan memiliki jabatan yang istimewa di pemerintahan Mesir. Mereka lulus dari Perguruan Tinggi Kepolisian pada tahun 1433 H (2011-2012). Dengan kesempurnaan fisik dan akademis yang mereka miliki, membuat mereka diterima dalam beberapa pekerjaan, diantaranya Devisi Operasi Khusus.

Mereka adalah orang-orang yang mewarisi kekayaan dan jabatan yang tinggi. Adapun Al-Akh Abu Ali, ayahnya adalah salah seorang pejabat di pemerintahan Mesir,  sedangkan Abu Umar adalah pelatih di asrama Devisi Operasi Khusus dan Pengawal untuk petinggi kekafiran di Mesir. Mereka menempati posisi tersebut setelah mereka lulus tes secara fisik dan medis.

Secara praktis, tidak ada kekurangan sedikitpun dari kesenangan dunia ini yang ada pada diri mereka, yang telah berkumpul padanya antara jabatan, popularitas dan harta. Semua itu, adalah kehidupan yang diharapkan oleh setiap hamba-hamba dunia. Telah berada di genggaman tangan mereka apa yang dihasratkan oleh jiwa-jiwa dunia, berupa berbagai kelezatan dan syahwat.

Namun demikian,  fithrah mereka yang selamat dan kecintaan mereka kepada Islam telah mengeluarkan kecintaan dunia dari lubuk hatinya. Mereka telah memberinya talak ketiga!

Mereka telah mengambil pilihan ini dengan penuh kerelaan dan mereka memutuskan untuk hijrah kepada saudara-saudara mereka di Daulah Islam yang berada di Sinai. Amat besar hasrat mereka untuk meraih apa yang ada di sisi Allah f, karena disisi-Nya-lah kebaikan yang kekal.

Mereka tinggalkan kehidupan dunia, menuju kahidupan akhirat. Mereka tinggalkan kehidupan yang fana, menuju kehidupan yang kekal abadi. Mereka tinggalkan nikmat-nikmat yang terputus dan lebih memilih kepada nikmat yang abadi.

Keterlibatan mereka dalam peristiwa aksi protes ke-4

Sebagaimana sudah menjadi kebiasaan bagi tanduk-tanduk kesesatan, yaitu bersegera untuk membakar segala hal yang berkaitan dengan Ahlu Tauhid. Tanpa terkecuali, perangkat militer yang dipimpin oleh murtad Muhammad Mursi (Presiden mereka di kala itu) juga pernah memporak-porandakan Sinai dalam berbagai operasi yang sangat banyak. Tindakan ini juga juga yang dilakukan oleh dedengkot thagut Mesir hari ini.

Mereka menyerukan kepada anggota pasukan keamanan dalam tragedi yang dikenal dengan Aksi Protes ke-4, namun kebenaran itu lebih kuat dari apa yang disamarkan oleh tanduk-tanduk kesesatan, yang mana hal itu tidak membuat saudara Abu Umar tertipu karenanya.

Ia menolak untuk turun tangan dalam prosesi pembantaian dan pembersihan sejumlah besar demonstran yang mengklaim berada diatas kebenaran.

Maka, menjadi jelas baginya (Abu Umar) setelah ia mengetahui hakikat (pembantaian) itu, lalu bertaubat dari amal kemurtadan anggota-anggota militer Mesir yang keji. (Setelah mendapatkan bayan) Ia pun mengetahui, bahwa agama Silmiyah (Aksi Damai) adalah agama yang bathil.

Peristiwa (kotor) berupa pembantaian terhadap demonstran Aksi Protes Ke-4 mulai mempengaruhi jiwanya dan teman-temannya. Hal ini lantas mendorong mereka untuk ingin mengetahui lebih jauh hakikat sebenarnya tentang rezim Mesir.

Titik balik

Rutinitas ketiga ikhwah ini dalam periode awal tugas mereka di militer Mesir adalah menghadiri kajian yang diselenggarakan pemerintah dalam rangka untuk mengelabuhi agama mereka. Mereka diwajibkan untuk mengikuti kajian-kajian yang diisi oleh da’i-da’i sesat yang disediakan oleh para thagut di berbagai mimbar dan layar televisi.

Tentu tidak mungkin, materi yang disampaikan adalah materi yang diadopsi dari manhaj yang bersih dan Tauhid yang murni—karena tujuannya adalah—untuk menyesatkan mereka di tahapan ini.

Atas kehendak Allah ﷻ semata yang telah mengantarkan hidup mereka pada suatu tujuan akhir. Pada suatu hari mereka dihentikan oleh salah satu barikade keamanan, sehingga mereka ditakdirkan untuk bertemu dengan salah seorang teman berjenggot, yang hendak mengikuti pengajian di sebuah Masjid.

Ketika itu, jalan yang hendak mereka lalui ditutup secara total, karena sedang ada konvoi pejabat bernama murtad Adly Manshur. Awalnya, mereka mencoba untuk menerobos, namun yang terjadi adalah adu mulut antara mereka dengan salah seorang kolonel lalu lintas Nashrani yang bertugas di wilayah itu.

Saat terjadi percek-cokkan itulah, mereka dilihat oleh salah seorang teman yang berjenggot, ia kemudian berdiri untuk memberitahu mereka bahwa hal ini dikarenakan akan ada konvoi perangkat Keamanan Negara dan Kementerian Dalam Negeri. Perangkat-perangkat ini adalah orang-orang yang memang diasuh oleh para thagut Mesir dan merupakan penolong-penolongnya di setiap tempat.

Tak menunggu lama, ketiganya kemudian diberitahu dan rekomendasikan untuk mencari tau apa hakikat sebenarnya dinas pemerintahan yang ada di bagian Syarabiya, kemudian juga dinas yang ada di bagian Devisi Operasi Khusus, kemudian juga direkomendasikan untuk mengetahui hakikat siapa saja yang terkait dengan: Komandan Operasi Khusus, Kepala Bagian Operasi Khusus, Komandan Sektor Keamanan Sentral dan Kepala Devisi Operasi Khusus Mayor Jendral Midhat Minsyawi.

Adapun sejumlah pertanyaan yang diajukan kepada mereka adalah:

Bagaimana sholatnya (orang-orang yang berkerja di dinas-dinas tersebut)?

Bagaimana upaya mereka untuk menjaga shalat jamaah di Masjid terkhusus pada shalat Subuh?

Semua pertanyaan ini kemudian ditujukan kepada mereka bertiga agar bisa mengklasifikasikan bagaimana status orang yang bekerja di dinas militer itu!

Telah diutarakan kepada mereka—sebuah fakta—bahwa seseorang yang menjaga shalatnya, sedangkan ia berkerja di dinas pemerintahan thagut Mesir, maka hal itu justeru dianggap sebagai “tanda bahaya” oleh rezim.

Inilah pengakuan secara terang-terangan dari murtad Midhat Minsyawi, ketika sedang diselidiki, dimana ia berkata, “Lebih utama seorang aparat yang kedapatan menggunakan kata-kata kotor, daripada aparat yang menghadiri pengajian di Masjid-masjid!”

Peristiwa ini menjadi titik balik bagi mereka bertiga, meskipun sebenarnya mereka saat itu sedang bekerja di rezim murtad. Akan tetapi, dikarenakan fithrah mereka yang selamat, mereka tidak menelan apa saja yang dimuntahkan oleh murtad ini (Midhat Minsyawi). Yang secara terang-terangan mengungkapkan bagaimana hakikat sebenarnya seluruh perangkat rezim di setiap tempat dan zaman.

Permulaannya dalam dinas keamanan

Setelah 2 pekan dari peristiwa tersebut, mereka kemudian dipindah-tugaskan dari tempat dimana mereka bekerja sebelumnya. Mereka dipindah dari Dinas Keamanan Sentral ke Dinas Keamanan Umum. Mereka dipisahkan antara satu dengan yang lainnya ke tempat-tempat yang saling berjauhan.

Al-Akh Abu Umar dipindah ke Dinas Keamanan Umum di Aswan, Al-Akh Abu Bakar dipindah ke Dinas Keamanan Umum di Sohag dan Al-Akh Abu Ali dipindah ke Dinas Keamanan Umam di Wadi Jadid. Semua ini, adalah dalam rangka upaya para thagut Mesir untuk memisahkan mereka dan agar mereka saling berjauhan.

Menimba ilmu dari manhaj yang shahih

Sebagai bentuk pembatasan gerak yang diberlakukan kepada ketiga aparat ini, maka para thagut Mesir berupaya untuk menghadirkan mereka ke pengajian yang diisi oleh salah seorang Syaikh yang menjadi petinggi kesesatan!

Titik balik yang mereka alami juga telah mengantarkan mereka pada pengetahuan sejauh mana kadar permusuhan dan kebencian yang dimiliki oleh rezim Mesir terhadap apa saja yang memiliki keterkaitan dengan Islam!

Mereka mulai mencari Al-Haq dan berusaha untuk menimba ilmu dari Manhaj yang Shahih. Hingga pada akhirnya Allah ﷻ menghendaki mereka berjumpa dengan sejumlah muwahid yang mengajak mereka kepada Akidah Tauhid dan wajibnya melaksanakan jihad, seraya meninggalkan rezim Mesir.

Pertemuan ini telah berdampak pada fikrah mereka yang kemudian terwujud dalam bentuk amal yang nyata dengan keluarnya mereka dari pekerjaan di dinas kemiliteran. Kemudian mereka juga menyatakan bara’ (memusuhi) kesyirikan dalam rangka ta’at kepada Allah ﷻ seraya merasa takut atas siksaan-Nya.

Setelah itu, mereka menjadi sangat ingin agar taubatnya dapat mengantarkan pada jalan menuju jihad dan pergi ke bumi Islam dan hijrah kepadanya.

Berbagai upaya untuk melakukan hijrah & memulai perjalanan

Sebagai suatu kewajiban yang telah dilupakan oleh umat ini—hijrah dan jihad—para ikhwah ini mencoba untuk memulai perjalanan ke salah satu wilayah Daulah Islam di bumi Syam. Mereka sangat berharap agar bisa berjumpa dengan ikhwan-ikhwan yang ada di sana. Oleh karena itu, mereka terus mengikuti berbagai kabar Daulah Islam dan apa saja yang bersumber darinya.

Perjalanan hijrah mereka diawali pada tahun 1436 H (2015-2016), namun belum ada keberhasilan yang dapat mereka peroleh, sebagai suatu hikmah yang telah Allah ﷻ tetapkan untuk mereka.

Hijrah ke wilayah Sinai

Pada tahun 1437 H (2016-2017) pengawasan ketat telah mencapai pada puncaknya, sehingga menjadi belenggu dan ancaman bahaya bagi mereka. Oleh karena itu, membuat mereka berfikir untuk melakukan salah satu dari dua kemungkinan.

Pertama, melakukan amaliyah inghimasiyah terhadap bangunan Aparat Negara di distrik ke-6 di Al-Qahirah.

Kedua, melakukan hijrah secepat mungkin ke wilayah Sinai tanpa berkordinasi dengan siapapun, seraya membawa pergi Dien-nya dari kejahatan fir’aun Mesir dan bala tentaranya. Inilah apa yang ditunjukkan oleh Allah ﷻ kepada mereka.

Akhirnya, mereka memutuskan untuk keluar dan mereka pegang teguh keputusan itu karena Allah f. Lisan-lisan mereka senantiasa berdo’a, agar Dia memperkenankan mereka untuk bisa sampai ke bumi hijrah dan jalan pertolongan.

Mesir kemudian berteriak dan unit Aparat Keamanan Negara mulai membuat kedustaan atas diri mereka. Sebagaimana hal itu sudah menjadi kebiasaan para thagut dan seluruh atribut-atributnya. Mereka mulai membuat propaganda media yang masif atas diri mereka dengan membuat ratusan kebohongan dan cerita-cerita palsu yang diada-adakan. Tujuannya hanyalah untuk membangun opini publik yang tak mendasar.

Sekilas tentang tibanya mereka di Sinai

Adapun bagaimana perjalanan hijrah yang dapat kami kabarkan adalah, ketika mereka bertiga telah memutuskan untuk hijrah dan bertemu dengan ikhwah (Daulah), tidak henti-hentinya mereka menyaksikan siaran-siaran televisi yang membicarakan keadaan mereka. Para syetan dari jenis manusia yang ada di media mainstream dan da’i-da’i sesat mengatakan, bahwa Daulah Islam akan membunuh mantan anggota militer yang datang kepadanya walaupun sudah dalam keadaan sudah bertaubat!

Sebelumnya mereka sempat merasa ragu-ragu, namun mereka pada akhirnya memilih untuk mengambil jalan yang selamat  ini untuk membawa pergi Dien-nya. Hidup ke negeri yang telah ditegakkan di dalamnya Syari’at Alloh SWT.

Ketika mereka tiba di bumi Sinai, saat mereka turun dari kendaraan, saat itu tampak dari wajah mereka rasa grogi dan sejuta harapan yang sedang menguasai hati. Namun, tak berlangsung lama hal itu terjadi dengan segera salah seorang ikhwah menghampiri mereka dan mengucapkan sambutan selamat datang kepada mereka bertiga dengan wajah yang berseri-seri.

Mengetahui kalau mereka telah tiba di bumi Sinai, mereka abaikan seluruh kesulitan yang pernah mereka hadapi dengan sampainya mereka ke Negeri Islam. Mereka lupakan segala kepayahan yang telah mereka temui dari berbagai bentuk kesulitan-kesulitan dan berbagai tantangan.

Mereka tersungkur sujud kepada Alloh SWT, bersyukur kepada-Nya karena telah memudahkan mereka untuk sampai ke tujuan dengan selamat. Mereka merasa sangat  gembira dengan bebasnya mereka dari cengkraman kesyirikan dan kesesatan.

Peristiwa indah ini terus membayangi mereka dan terjebak dalam relung hati mereka, hingga membuat mereka senang untuk terus mengingatnya. Bahkan, ketika mereka melihat salah seorang ikhwah—taqabbalahullah—yang dahulu menyambut kedatangan mereka bertiga (di bumi hijrah), mereka akan merangkulnya dan mengalirlah tangisan mereka.

Hal ini, dikarenakan mereka teringat pada hari-hari pertama ketika tiba di bumi jihad.

Cinta apakah yang dapat memenuhi jiwa ini sehingga dapat membawanya kepada jihad?

Ia adalah cinta yang mengantarkan kepada kemenangan dalam agama dan dunia, yang tidak akan bisa diraih, kecuali dengan Tauhid dan jihad.

Salah seorang ikhwah pernah menceritakan tentang pengalaman mereka bertiga di hari pertama. Mereka mengaku telah mendapatkan sambutan yang hangat dan penerimaan yang baik dari para ikhwah mujahidin. Memang seperti inilah keadaan yang ditemui oleh setiap orang yang datang ke Negeri Islam di wilayah Sinai dan yang selainnya dari wilayah Khilafah Islam.

Keterlibatan dalam berbagai operasi di wilayah

Setelah sejumlah ikhwah mengetahui dengan baik bagaimana kecakapan, pengalaman tempur dan pengalaman militer yang mereka miliki, ketiganya dipercayakan untuk mengelola sejumlah bidang (Barang siapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti kepadanya yang lebih baik dari sebelumnya).

Apalagi urusan yang lebih utama bagi seseorang kalau bukan menjadi tentara yang berada di barisan mujahidin dan menolong Islam dan Tauhid?

Oleh karena itu, ketiga ikhwah ini bekerja di departemen amniyah yang bertugas untuk mengurusi interogasi sejumlah mata-mata. Ketika bekerja di devisi tersebut, mereka mulai memperlihatkan kecakapan mereka dengan sangat baik.

Adapun Al-Akh Abu Umar merupakan salah satu kader yang juga bekerja di bidang Perencanaan Militer sekaligus terjun di sejumlah amaliyah. Kemudian ia terlibat dalam operasi “Ghazwah Al-Qashr wal Katibah”, kemudian dalam operasi penyergapan “Al-‘Ujrah wal Karamul Qawadis” dan ia juga merangkap sebagai instruktur untuk bidang Pelatihan Komandan Militer.

Adapun Al-Akh Abu Ali bekerja di bidang pelatihan militer, kemudian terlibat dalam operasi “Ghazwah Al-Qashr”, demikian pula ia yang mengambil alih komando lapangan dalam operasi penyergapan “Al-‘Ujrah”.

Ketawadhu’an yang melimpah

Mereka adalah orang-orang yang dikenal oleh para ikhwah yang lain sebagai orang yang memiliki sifat-sifat yang baik. Yang paling menonjol adalah sifat ketawadhu’an yang melimpah dan menganggap ringan kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh saudaranya seiman. Hal itu diapat dilihat bagi siapa saja yang pernah mengenal mereka. Realitas tersebut tampak sekali dalam aktifitas mereka ketika di mu’askar. Mereka laksana firman Allah f:

“Yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir.” [QS. Al-Maidah: 54]

Mereka adalah orang-orang yang dermawan, rendah hati dan setia kawan. Menganggap murah nyawa mereka di jalan Tauhid. Mereka tinggalkan negeri mereka—dalam rangka berjihad di jalan Alloh—hingga tidak ada lagi fitnah (kesyirikan) dan dijadikan Dien semata-mata milik Alloh SWT.

Demikian pula halnya, mereka itu adalah orang-orang yang senantiasa bersemangat dan memiliki motivasi yang tinggi. Senantiasa memotivasi para ikhwah dan mengangkat moral mereka, berlomba-lomba meraih apa yang sama-sama mereka kejar.

Hal itu terus berlangsung hingga pada waktu persiapan untuk “Ghazwah Qawadis” di salah satu markas militer wilayah. Ketika itu, Al-Akh Abu Ali berdiri untuk memotivasi para ikhwah yang hendak terjun dalam pertempuran, ia berkata, “Bangkitlah dan saling tolong menolonglah kalian”.

Kemudian disambut pertama kali seruan itu oleh Abu Umar dengan memeluknya, seketika itu pula mengalirlah air mata mereka, hingga pecah seluruh tangisan semua ikhwah yang ada di mu’askar!

Dalam pintu-pintu ketaatan, mereka adalah orang-orang yang sangat ingin untuk terus melakukan puasa, shalat dan terjun dalam pertempuran. Mereka memang disibukkan oleh tanggung jawab jihad, namun besarnya tugas yang dibebankan kepada mereka tidak melalaikan mereka dari berbagai ibadah, do’a, bermunajat kepada Allah ﷻ dan menyucikan jiwa.

Telah diceritakan oleh Al-Akh Abu ‘Utsman (hafizhahullah), bahwasanya Al-Akh Abu Ali pernah menulis sebuah catatan kecil yang dikhususkan untuk menulis berbagai kekurangan-kekurangan (yang ada pada dirinya) yang dengannya menjadi suatu ujian baginya. Agar ia bersumpah untuk selalu berusaha meninggalkannya dan menyucikannya dari dirinya. Agar ia senantiasa disibukkan oleh kekurangan-kekurangan tersebut tanpa mempedulikan kekurangan-kekurangan yang ada pada orang lain.

Al-Akh Abu ‘Utsman menambahkan, bahwa sebelum ia terjun dalam pertempuran yang waktunya sudah sangat dekat, ia telah membersihkan semua kekurangan-kekurangan itu semuanya, berkat karunia Alloh SWT.

Hal ini tentu bukanlah suatu yang mengherankan, karena medan-medan jihad memang adalah seutama-seutamanya medan untuk melakukan penyucian jiwa, tarbiyah dan pemurnian dari berbagai penyakit-penyakit dan berbagai jenis wabah (hawa nafsu).

Contoh yang patut ditiru dalam menjalin ukhuwah yang erat

Mereka bertiga adalah contoh yang agung dalam hal menjalin ukhuwah imaniyah yang erat. Mereka adalah contoh yang harus ditiru dalam segala hal yang berkenaan dalam rangka ta’at pada Allah f, saling mewasiati kepada Al-Haq dan sabar diatasnya. Saling tolong menolong dalam hal kebaikan dan taqwa. Tidak pernah sama sekali persahabatan mereka itu hanya diisi untuk hal-hal yang sia-sia dan membuang-buang waktu.

Eratnya ukhuwah diantara mereka bertiga itu pula yang menjadi salah satu sebab berpindahnya mereka dari kegelapan menuju cahaya. Mereka saling tolong menolong satu dengan yang lainnya diatas jalan Al-Haq. Saling meneguhkan satu dan yang lainnya dan keadaan ini terus berlangsung hingga akhir kehidupan mereka di dunia ini.

Sudah sepatutnya para pemuda umat ini mengambil sifat-sifat seperti mereka dan mengikuti teladan yang ada pada diri mereka.

Ketiga ikhwah itu kini telah pergi (semoga Alloh menerima mereka semua). Merekalah madrasah yang sempurna dari segi taubatnya dan perjalanan hidayahnya menuju Wala wal Bara’. Berjalan diatas jalan hijrah dan jihad, menjalin tali ukhuwah yang erat, senantiasa sabar dan teguh, hingga akhirnya mereka menutup usia dengan terbunuh di jalan Allah f.

Inilah jalan yang lurus, jalan petunjuk, yang diserukan kepada generasi muda agar meninggalkan jalan-jalan kesesatan dan syahwat.

Terlukanya mereka & terbunuhnya sebagai syahid, semoga Alloh ﷻ menerima mereka

Pada penghujung tahun 1437 H, terjadi serangan udara dari Yahudi pengkhianat yang menyebabkan Al-Akh Abu Umar dan Abu Ali mengalami luka serius. Sedangkan Al-Akh Abu Bakar terbunuh ketika itu, semoga Alloh ﷻ menerima beliau.

Mereka mengalami cidera berupa hancurnya lengan-lengan mereka, namun hal itu tidak menyebabkan tekat mereka memudar. Tidak pula luka-luka maupun derita yang dialami seorang mujahid dapat menghentikan amal jihadnya di jalan Alloh SWT.

Oleh karena itu, diantara mereka yang masih hidup tetap mengisi kesibukan jihad mereka dengan terus memotivasi, memberikan pelatihan, terus bersabar dan mengambil tugas sebagai tim eksekutor.

Hingga datang takdir Alloh ﷻ yang tidak dapat mereka hindari dan seperti itu pula kilas kehidupan orang-orang sebelum mereka yang berada di jalan ini. Mereka kembali mendapatkan serangan udara dari pesawat-pewasat tempur yang menyebabkan mereka berdua terbunuh; Abu Umar dan Abu Ali pada tahun 1440 H (akhir 2018).

Seluruh rangkaian peristiwa ini telah mengantarkan ketiga ikhwah pergi meninggalkan dunia, semoga Alloh menerima mereka semua.

Mereka hadapi kematian setelah mereka merealisasikan Tauhid dalam kehidupan mereka, baik dari perkataan maupun perbuatan. Mereka berjihad di jalan Alloh SWT, mereka infaqkan harta dan jiwa mereka dengan murah di jalan-Nya, hingga mereka berjumpa dengan maut yang ditakdirkan oleh Alloh SWT.

Kami meminta kepada Alloh ﷻ agar berkenan untuk menerima mereka semua dan mengumpulkan kita dengan mereka di tempat yang kekal, mendapatkan rahmah dari-Nya sambil duduk diatas dipan-dipan yang berhadap-hadapan. Aamiin.

==================================

sumber: channel Hanifiyah Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Unggulan

Mengenali Tauhid

Bismillaahi rahmaani rahiim... Tauhid adalah dasar Islam, pondasi agama yang paling agung yang harus diketahui oleh setiap orang yang me...